Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

APLI Dirugikan dengan Praktik Investasi Ilegal dan Skema Piramida

Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) Djoko H Komara mengungkapkan maraknya praktik investasi ilegal dan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang telah banyak merugikan masyarakat Indonesia. Terlebih, investasi ilegal ini dikemas perusahaan dengan berkedok direct selling atau multilevel marketing.

Akibatnya, kata Djoko, industri penjualan langsung sering mendapatkan image buruk di mata masyarakat. "Industri ini dipecahkan oleh oknum/pelaku yang berpraktik seakan-akan penjualan langsung, tapi yang dirugikan ya masyarakat. Kita APLI hanya terkena image-nya, masyarakat jadi ragu bergabung dengan kita," ujar Djoko di Jakarta, Rabu (3/8/2016).

Djoko menjelaskan, praktik investasi ilegal dan skema piramida sangat berbeda dengan penjualan langsung atau MLM. Karena Ciri khas utama MLM salah satunya ialah mengutamakan penjualan produk langsung untuk mendapatkan bonus atau income.

"Praktik investasi ilegal dan skema piramida mengutamakan perekrutan anggota baru di mana anggota lama disubsidi oleh anggota baru hingga ke level paling bawah di mana anggotanya akan mengalami kesulitan dan akhirnya sistem ini menjadi collapse atau berhenti," kata dia.

Menurutnya, praktik investasi ilegal dan skema piramida ini adalah sistem bisnis yang tidak fair, menjanjikan keuntungan yang melimpah bagi para anggotanya hanya dengan mencari anggota baru tanpa menjual produk nyata kepada masyarakat.

"Ini tidak produktif dan tidak menghasilkan apa-apa. Uang pendaftaran member itu jadi kewajiban tapi djadikan profit jadi dipastikan akan bangkrut. Contohnya untuk bayar keuntungan satu orang diperlukan recruitment enam orang, untuk bayar enam orang diperlukan 36 org, begitu seterusnya," ungkapnya.

Djoko menambahkan, praktik investasi ilegal dan skema piramida ini hanya pendiri bisnis yang bersangkutan dan orang-orang pada level atas yang bisa menikmati keuntungan melimpah, sedangkan para pengikut pada level paling bawah yang nantinya akan mengalami kesulitan dalam merekrut anggota baru akan mengalami kerugian atau defisit.

"Praktik ini juga tidak ada transaksi riil yang terjadi namun berupa gali lubang tutup lubang. Jadi keuntungan hingga suatu saat ketika jumlah investor baru terlalu sedikit, pengelola usaha tak mampu membayar keuntungan untuk investor awal, yang akibatnya macet dan ketika investor yang mendaftar belakangan ingin menarik dana mereka, modal mereka sudah habis," jelas Djoko.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: