Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus meningkatkan pelayanan Program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Salah satu upayanya ialah dengan memperkuat implementasi koordinasi manfaat atau coordination of benefits (COB).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, hal ini untuk memastikan rakyat Indonesia memiliki perlindungan kesehatan secara adil dan merata, serta mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
"Di awal memang sempat terdapat kekhawatiran oleh Badan Usaha, yang saat ini telah menggunakan asuransi komersial dan mendapat manfaat ruang perawatan yang tergolong sangat baik akan turun kualitasnya ketika mereka beralih jadi peserta JKN-KIS. Namun hal tersebut tidak perlu dirisaukan, karena peraturan perundang-undangan yang ada mampu menjawab keresahan itu dengan mengatur adanya mekanisme koordinasi manfaat atau dikenal dengan coordination of benefits (COB)," jelas Fachmi dalam Forum Diskusi bertajuk Bincang JKN-KIS Bersama Andy F Noya bertemakan Sinergi Kekuatan Bangsa untuk Perlindungan Pekerja di Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Dia menyebutkan perbaikan penguatan implementasi COB ditandai dengan telah diterbitkannya Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Koordinasi Manfaat.
"Prinsip implementasi COB yakni penerapan COB dilakukan bagi Peserta JKN-KIS yang memiliki hak atas perlindungan program Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) (didaftarkan oleh perusahaan atau mendaftar sendiri)," tandasnya.
Prinsip lainnya yaitu memastikan Peserta memperoleh haknya sesuai mekanisme yang berlaku pada BPJS Kesehatan, tidak melebihi total jumlah biaya pelayanan kesehatannya.
Adapun ketentuan COB BPJS Kesehatan dengan penyelenggara AKT (indemnity, cash plan dan managed care) meliputi BPJS Kesehatan sebagai penjamin pertama dan penyelenggara AKT sebagai pembayar pertama. Sementara jika memiliki lebih dari 1 AKT maka koordinasi Manfaat hanya dilakukan oleh salah satu AKT yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
"Peserta atau Badan Usaha dapat secara langsung melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran kepada BPJS Kesehatan tanpa melalui Penyelenggara AKT," ungkap Fachmi.
Walaupun demikian, masih terdapat tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan COB. Diantaranya, kesiapan AKT untuk memperbanyak variasi produk asuransi.
Agar COB bisa diimpelentasikan, Fachmi menekankan AKT perlu membuat variasi produk yang cocok dengan JKN-KIS. Misalnya, produk AKTĀ harus ada yang menggunakan sistem rujukan berjenjang dan FKTP sebagai gate keeper. Hal itu diperlukan karena program JKN-KIS menganut prinsip kendali mutu dan biaya atau managed care.
"BPJS Kesehatan juga siap bekerjasama dengan FKTP (Klinik, Dokter Praktek Perorangan, dsb) dan FKRTL (Rumah Sakit) yang selama ini menjalin kerjasama dengan AKT yang bersangkutan," sambung Fachmi.
Apalagi saat ini banyak calon peserta BPJS Kesehatan yang berasal dari badan usaha baik BUMD, BUMN atau swasta yang terbiasa dengan FKTP/FKRTL yang selama ini bekerjasama dengan AKT yang mereka gunakan.
Sekadar informasi, sampai dengan 30 Juni 2016, BPJS Kesehatan telah melakukan perjanjian kerjasama Koordinasi Manfaat dengan PT Jasa Raharja dan dengan 52 AKT. Sedangkan AKT yang telah mendaftarkan peserta COB kepada Kantor Cabang Prima BPJS Kesehatan berjumlah 13 Asuransi Kesehatan yang terdiri dari 105 badan usaha dengan 234.636 jiwa yang terdaftar sebagai peserta COB.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement