Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peluru Kosong BPOM Perangi Obat Palsu (2/2)

Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menyambut baik terhadap segala upaya yang mendukung penguatan yang lebih baik dari badan negara yang membidangi pengawasan obat dan makanan ini.

"Saya berkomitmen untuk membangun sistem yang lebih baik, kerja sama yang lebih baik untuk tindak lanjut hasil pengawasan," kata Penny.

BPOM, kata Penny, secara umum memiliki dua hal yang perlu diperbaiki ke depannya, yaitu kemandirian dan tindak lanjut dari hasil pengawasan itu sendiri. Presiden Joko Widodo juga telah menegaskan persoalan BPOM yang harus dibenahi adalah tata kelola dari pengawasan obat dan makanan.

Soal tata kelola, Penny melihat perlu ada perbaikan sistem perundang-undangan terkait kewenangan BPOM. Regulasi ini akan terus diperkuat dengan tetap melakukan sinergi lintas kementerian dan lembaga negara.

Penny mengatakan pihaknya sudah sepakat untuk berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan mitra lain terkait dengan penyidik dan sebagainya.

Pengawasan obat palsu tergolong persoalan pelik. Untuk itu, penanganannya harus melibatkan banyak sektor termasuk peran aktif masyarakat. Dengan kata lain, BPOM tidak dapat bekerja sendirian dalam menangani banyak persoalan obat dan makanan. Penny mengatakan konsumen merupakan pengguna obat di Indonesia dan menjadi salah satu kunci utama keberhasilan upaya penanggulangan peredaran obat palsu.

Masyarakat, kata dia, sangat diharapkan dalam melakukan pengawasan obat ilegal termasuk palsu, minimal dimulai dari pengawasan peredaran obat yang ada di lingkungan sekitarnya. Masyarakat dalam beberapa kesempatan bisa jadi berposisi sebagai mata dan telinga pertama dalam pengawasan obat dan makanan.

"Masyarakat harus menjadi konsumen yang cerdas. Ingat untuk selalu melakukan Cek KIK (cek kemasan, cek izin edar dan cek kadaluwarsa) produk. Pastikan juga untuk selalu membeli obat di sarana resmi. Belilah obat keras sesuai dengan resep dan petunjuk dari dokter. Hindari pembelian obat melalui situs penjualan 'online', jangan mudah tergiur dengan harga obat yang lebih murah dari harga pasaran," kata dia.

Konsumen yang kritis, kata Penny, dapat mempercepat upaya memutuskan mata rantai peredaran obat ilegal di Indonesia. Dengan semakin menurunnya jumlah konsumen yang menggunakan obat tanpa izin edar maka oknum akan mengurangi aktivitas usahanya dalam mengedarkan produk obat ilegal karena tidak memberikan keuntungan. Singkat kata, jalur suplai produk tidak akan berjalan mulus atau bahkan gulung tikar jika tidak ada permintaan.

BPOM mencatat produk obat yang cenderung dipalsukan biasanya merupakan obat-obatan lifestyle, life-saving dan obat lain yang banyak dicari oleh masyarakat. Periode Januari-Juni 2016, BPOM telah mengidentifikasi 17 merek obat palsu yang didominasi oleh golongan vaksin, serum serta obat disfungsi ereksi.

Beberapa merk dagang juga kerap dipalsukan seperti Cialis, Viagra, Ponstan, Bloppres, Incidal OD, Diazepam, Anti-Tetanus Serum dan Nizoral.

"Modus pemalsuan obat yang dilakukan pelaku, antara lain mengemas ulang produk obat dengan kemasan dan label produk obat lain yang harganya lebih tinggi, mengubah tanggal kadaluwarsa dengan tanggal kadaluwarsa baru, mengganti kandungan zat aktif dengan zat aktif lain yang efek terapinya berbeda atau mengurangi kadar zat aktif obat sehingga tidak sesuai dengan kandungan produk aslinya," kata Penny.

Terdapat juga kasus produsen obat berbahaya menyamarkan unit usahanya sebagai pembuat produk tertentu seperti pabrik jamu ilegal PT Bilca Markin Jaya Makmur di Tangerang, Banten yang melakukan kamuflase operasi harian sebagai produsen karton.

Terhadap industri tersebut, BPOM melakukan penggerebekan pada Juli 2016. BPOM menyegel dan mengamankan produk ilegal senilai Rp11,4 miliar dari obat tradisional mengandung bahan kimia obat berbahaya. Sejumlah bahan farmasi itu sedianya akan dipakai sebagai campuran jamu ditemukan yaitu Parasetamol, Sildenafil Sitrat, Fenilbutazon, turunan Sildenafil dan Deksametason.

Dia mengatakan perusahaan tersebut tidak memiliki izin dan ditemukan produknya tidak sesuai dengan standar kesehatan seperti tidak menggunakan dosis yang benar untuk bahan kimia obatnya. Zat-zat kimia tersebut ditemukan sebagai campuran obat tradisional jamu. Menurut Penny, obat palsu dan ilegal harus terus diperangi karena peredaran dari sektor produksi dan distribusinya adalah bentuk kejahatan kemanusiaan.

Kejahatan kemanusiaan karena obat dapat memberi efek negatif terhadap manusia karena tidak menggunakan takaran dan komposisi kimia yang benar. Seseorang yang mengonsumsi obat palsu sedianya sembuh, tapi alih-alih sehat malah tetap sakit dan mendapatkan penyakit baru atau bahkan lebih parah.

Selain itu, peredaran obat palsu berpotensi merusak generasi bangsa. Masyarakat akan terancam masa depannya jika "teracuni" obat palsu. Semakin banyak anggota masyarakat yang mengonsumsi obat palsu maka semakin besar masa depan generasi bangsa terancam. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: