Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, pemerintah masih terlalu berpihak pada kepentingan industri daripada kesehatan masyarakat dan pengendalian tembakau saat mengumumkan rencana kenaikan cukai rokok.
"Mengapa kenaikan cukai rokok tahun depan sudah diumumkan jauh-jauh hari, sehingga sekarang industri rokok bisa memproduksi sebanyak-banyaknya untuk menimbun selagi cukainya belum naik," kata Tulus melalui pesan singkat diterima di Jakarta, Sabtu (1/10/2016).
Tulus juga menilai rencana kenaikan cukai rokok pada 2017 dengan rata-rata 10,54 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata kenaikan 2016 yang 11,19 persen, terlalu konservatif.
"Dalam konteks kesehatan untuk perlindungan pada masyarakat konsumen, dan bahkan pada perspektif finansial ekonomi, besaran kenaikan cukai rokok pada 2017 adalah terlalu konservatif," tuturnya.
Nilai rata-rata kenaikan cukai rokok tersebut tidak berpihak pada perlindungan masyarakat dan konsumen yang terdampak akibat konsumsi rokok, baik dampak kesehatan maupun ekonomi.
Nilai rata-rata kenaikan yang hanya 10,54 persen itu juga tidak akan mampu menahan laju konsumsi rokok pada masyarakat sehingga cukai sebagai instrumen pengendalian konsumsi rokok telah gagal karena persentasenya terlalu rendah.
"Rencana kenaikan cukai seharusnya minimal dua kali lipat pertumbuhan ekonomi dan inflasi, yaitu 20 persen," ucapnya.
Pemerintah berencana menaikan tarif cukai rokok pada 2017 rata-rata 10,54 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kenaikan tarif terbesar berlaku untuk rokok jenis hasil tembakau sigaret mesin yaitu 13,46 persen, sementara yang terendah yaitu nol persen untuk sigaret kretek tangan. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement