Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat menaikkan alokasi anggaran negara untuk partai politik. Wacana kenaikan tersebut akan diusulkan dalam revisi PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik.
Menanggapi hal itu, Indonesia Coruption Watch (ICW) menilai baik pemerintah dan DPR hanya terlalu fokus untuk menaikkan anggaran bantuan parpol saja, tanpa membenahi manajerial keuangan partai politik.
"Kenaikan bantuan keuangan negara perlu dimaknai sebagai satu bagian dari paket upaya pembenahan keuangan partai politik. Dengan pembenahan secara parsial, partai diyakini tidak akan bertransformasi menjadi lembaga yang lebih baik dan terpercaya," kata peneliti ICW Donald Fariz dalam jumpa persnya di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (5/10/2016).
Keuangan parpol, lanjut Donald, merupakan sumber utama persoalan partai politik. Untuk menjalankan fungsi, partai politik membutuhkan dana besar. Dia merinci hanya untuk operasional sekretariat dan rapat rutin, Dewan Pimpinan Partai (DPP) dapat menghabiskan dana sebesar Rp20-30 miliar, sedangkan total dana yang dikeluarkan partai tingkat nasional hingga daerah mencapai rata-rata Rp150-250 miliar setiap tahunnya.
Dari sisi pendapatan, uang yang bisa partai kumpulkan dari sumber legal, yaitu iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, dan bantuan negara, sangat terbatas.
"Tidak berjalannya iuran anggota partai akibat fase krisis keanggotaan, partai tidak dibangun atas semangat keanggotaan, dan rendahnya upaya partai dalam mengumpulkan iuran anggota. Rendahnya kepercayaan publik terhadap partai sehingga membuat publik enggan menyumbang partai politik. Sementara negara, melalui APBN dan APBD mengalokasikan Rp386 miliar per tahun untuk partai tingkat nasional hingga daerah. Jumlah tersebut hanya 0,02% dari jumlah pendapatan negara TA 2016. Akibat persoalan tersebut, partai memilih jalan pintas dengan membebankan kebutuhan pada kontribusi anggota yang duduk di jabatan publik, seperti anggota DPR/D dan kepala daerah. Anggota DPR/D umumnya diwajibkan membayar iuran wajib bulanan sebesar 10-40% dari gajinya. Selain iuran wajib, mereka juga diminta untuk mendanai kegiatan partai seperti musyawarah nasional, pemilu, dan ulang tahun partai, dalam jumlah yang besar," terangnya.
Selain itu, lanjut Donald, partai juga kerap memberlakukan uang pangkal atau mahar politik dalam pencalonan kandidat pemilu dengan dalih sumbangan untuk partai. Partai menutup mata dari mana kadernya mendapat dana-dana tersebut.
Akibatnya, tidak heran apabila belakangan banyak terungkap kasus korupsi kader partai yang disebut-sebut beririsan dengan keuangan partai. Jalan pintas terakhir, partai juga menerima sumbangan pihak ketiga dalam jumlah besar yang berpotensi untuk menimbulkan konflik kepentingan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement