Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mensinyalir dugaan keterlibatan sejumlah oknum pejabat atau aparat terkait KTP Republik Indonesia yang dimiliki oleh sejumlah nelayan asal Filipina.
Menteri Susi dalam jumpa pers di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Rabu (12/10/2016), menginginkan semua pejabat atau aparat yang terkait dengan proses pengadaan pemalsuan KTP untuk segera menyerahkan diri.
Selain itu, ujar dia, untuk nelayan asal Filipina juga diharapkan dapat segera menyerahkan diri agar dapat diproses kembali ke negaranya, sesuai permintaan Presiden Filipina Duterte kepada pemerintah RI.
Susi juga berpendapat bahwa kalau terjadi banyak pengangguran di sejumlah daerah seperti di Bitung, Sulut, hal tersebut karena masih banyaknya pihak yang mempekerjakan nelayan dari negara tetangga tersebut.
Menteri Kelautan dan Perikanan juga memperkirakan terdapat sekitar 6.000 anak buah kapal (ABK) asal Filipina yang melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal di kawasan perairan Indonesia timur.
Untuk saat ini, ujar dia, di pusat penahanan di Bitung telah tertangkap sekitar 360 ABK Filipina yang kini sedang diproses agar mereka dapat dideportasi kembali ke negaranya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim menginginkan pemerintah memeriksa dokumen keimigrasian nelayan Filipina di Sulawesi Utara.
"Sudah terjadi praktik kawin-mawin di perbatasan Republik, maka upaya yang bisa dilakukan adalah memeriksa dokumen keimigrasiannya," kata Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Selasa (11/10).
Menurut Abdul Halim, setelah memeriksa dokumen keimigrasiannya, hal lain yang dapat dilakukan adalah menawarkan pencabutan dokumen imigrasi Filipina dan menggantinya dengan kewarganegaraan Indonesia sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang berlaku di Tanah Air.
Sekjen Kiara memperkirakan lebih dari ribuan nelayan Filipina yang menikahi wanita lokal di Sulut dan praktik pernikahan antarbangsa itu telah dilakukan bukan baru-baru saja, tetapi memang telah dilakukan berabad-abad lalu.
Untuk itu, ujar dia, dalam mengatasi kasus dugaan nelayan Filipina yang memegang KTP RI juga dinilai harus dilakukan dengan bijak dan berhati-hati karena menyangkut keberlangsungan kehidupan keluarga mereka.(Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Advertisement