Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Oktober, Inflasi di Sumut Masih Sangat Tinggi

Oktober, Inflasi di Sumut Masih Sangat Tinggi Kredit Foto: Runni Lubis
Warta Ekonomi, Medan -

Inflasi Sumatera Utara (Sumut) pada Oktober 2016 masih mencatat inflasi yang cukup tinggi dan jauh di atas inflasi nasional. Tekanan inflasi dari faktor yang bersifat nonfundamental terutama dari kelompok volatile foods masih mewarnai inflasi.

Hal ini dikatakan Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah Sumut Difi A Johansyah kepada wartawan di Medan, Rabu (2/11/2016).

"Dampak gangguan produksi pangan yang cukup signifikan khususnya pada lahan cabai merah menjadi pendorong utama inflasi yang sebesar 1,04% (mtm) dibanding nasional yang hanya mencapai 0,14% (mtm). Secara tahunan inflasi Sumut meningkat menjadi 7,38% (yoy) atau 5,33% (ytd)," katanya.

Dari inflasi Sumut tersebut, harga cabai merah naik sebesar 37,38% (mtm) yang memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,99% (mtm). Inflasi Oktober utamanya juga disumbang kenaikan harga pangan lainnya yaitu daging ayam ras yang didorong oleh kenaikan day old chick (DOC) yang terjadi sejak Agustus lalu.

Dengan perkembangan tersebut, tekanan inflasi kelompok volatile food kembali meningkat dari 3,24% (mtm) pada bulan lalu menjadi 3,57% (mtm) atau secara tahunan melonjak dari 11,21% menjadi 17,17%.

"Sementara itu, tekanan inflasi dari kelompok nonfundamental lainnnya yaitu kelompok administred price relatif terkendali. Kebijakan penyesuaian harga tarif listrik memberikan sumbangan inflasi 0,06% (mtm) sehingga pada bulan Oktober 2016, inflasi pada kelompok ini tercatat 0,39% (mtm) atau 2,23% (yoy). Sumber inflasi juga terkait dengan dampak kenaikan cukai rokok pada beberapa periode lalu dengan sumbangan inflasi dari komoditas rokok kretek filter yang hanya sebesar 0,01%. Di sisi lain tekanan inflasi dapat dikurangi dengan adanya pengurangan tarif angkutan udara pasca-perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional pada September lalu," ujarnya.

Di tengah masih tingginya tekanan inflasi kelompok volatile food tersebut, tekanan inflasi yang bersifat fundamental justru mulai mereda. Pada Oktober 2016, kelompok inflasi inti tercatat deflasi -0,10% (mtm) sehingga secara tahunan menurun menjadi 5,30%.

Penurunan tekanan inflasi inti terutama disebabkan oleh terus berlanjutnya penurunan harga emas dunia yang dibarengi oleh penguatan nilai tukar dan terjaganya ekspektasi inflasi. Perbaikan pasokan gula pasir di pasaran juga turut berkontribusi pada menurunnya tekanan inflasi.

"Ke depan perkembangan inflasi bulan November 2016 diperkirakan mereda. Tim pengendali inflasi daerah (TPID) Provinsi Sumatera Utara terus memantau risiko tekanan inflasi terutama pada komoditas pangan. Hal ini terkait dengan pasokan bahan pangan yang terbatas dengan masuknya musim tanam khususnya padi. TPID senantiasa berkomitmen untuk melakukan koordinasi dalam menjalankan roadmap pengendalian inflasi dalam jangka pendek dan menengah," ujarnya.

Di antaranya adalah perluasan areal tanam untuk memperbaiki produktivitas lahan yang terserang penggangu tanaman.

"Hal tersebut perlu dilakukan agar ekspektasi inflasi tetap terjaga untuk mendukung pencapaian sasaran inflasi jangka panjang," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Khairunnisak Lubis
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: