Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Misi Uni Eropa untuk ASEAN dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI menyelenggarakan seminar ?Dukungan Uni Eropa untuk Indikasi Geografis di Indonesia dan ASEAN?. Acara ini diadakan dalam rangka kunjungan Komisioner Uni Eropa urusan Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Phil Hogan.
Dalam pidatonya Hogan menyampaikan ?Di Eropa, seperti di Indonesia dan ASEAN, kami sangat bangga bahwa dibalik nama suatu produk seringkali terdapat suatu sejarah baik berupa praktik kuliner, tradisi pertanian dan seniman, dan keahlian lokal. Indikasi geografis merupakan cara untuk melindungi praktik-praktik tersebut dan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah terpencil, berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan para petani dan produsen, serta meningkatkan kemampuan sosial dari komunitas-komunitas,? katanya.
Seminar yang dihadiri lebih dari 150 peserta menjabarkan tentang dukungan Uni Eropa untuk Indonesia dan ASEAN melalui sejumlah proyek bantuan teknis dalam beberapa tahun terakhir, yaitu Fasilitas Kerjasama Perdagangan (Trade Cooperation Facility/ TCF) Uni Eropa dan Indonesia, Proyek Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Uni Eropa dan ASEAN (EU-ASEAN Project on the Protection on Intellectual Property Rights/ ECAP III) dan Helpdesk Hak Kekayaan Intelektual untuk Usaha Kecil dan Menengah Uni Eropa dan Asia Tenggara (EU South-East Asia IPR SME Helpdesk).
Para pembicara menyampaikan pandangan mereka mengenai potensi indikasi geografis di kawasan Asia Tenggara sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kemungkinan pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan untuk memaksimalkan nilai dan pengaruh indikasi geografis.
Indikasi Geografis (IG) merupakan nama tempat atau kata-kata yang digunakan untuk mengidentifikasi produk-produk yang berasal dari wilayah geografis tertentu, yang memiliki kualitas, karakteristik dan reputasi istimewa yang terhubung secara langsung dengan asal produk-produk tersebut, karena faktor alami serta praktik produksi tradisional. Kini, terdapat 52 IG yang terdaftar di Indonesia. 46 produk IG Indonesia dan 6 produk IG asing. Delapan IG produk lainnya masih menunggu publikasi. IG yang terlindungi antara lain Kopi Arabika Gayo, Lada Putih Muntok dan Madu Sumbawa.
TCF juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sejak tahun 2013. TCF memberi dukungan yang signifikan untuk memperbaiki sistem IG, membantu pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat pengetahuan mereka mengenai IG dan membantu peningkatan kapasitas para pemangku kepentingan untuk memperbaiki kemampuan pengelolaan IG mereka.
Beberapa dukungan TCF diantaranya sebuah aplikasi untuk IG Terlindungi ?Kopi Arabika Gayo? diserahkan kepada Uni Eropa, dan kini sedang dalam tahap pemeriksaan akhir sebelum tahap registrasi. Kedua, proyek rintisan dengan asosiasi IG madu Sumbawa memberikan pelatihan mendalam kepada produsen tentang penelusuran dan pengendalian, perlindungan IG, pemberian label produk dan promosi. Dengan terselenggaranya pertemuan-pertemuan tentang IG, jumlan anggota asosiasi IG bertambah secara signifikan dan struktur organisasi dan manajemen mereka menjadi lebih kuat.
Ketiga, proposal Strategi Nasional IG dikembangkan setelah serangkaian diskusi kelompok dengan lembaga-lembaga pemerintah dan dipresentasikan dalam acara tingkat tinggi di bulan Agustus 2016. Strategi IG tersebut merekomendasikan pelaksanaan prioritas-prioritas yang telah disimpulkan bersama yaitu pendekatan dari bawah ke atas, kepemilikan pemangku kepentingan, peraturan khusus IG, peningkatan kapasitas dan pelatihan berbasis kebutuhan dan bantuan teknis, pengembangan ahli-ahli IG dari negara masing-masing, dan pemilihan seksama, promosi efektif dan perlindungan hukum yang tepat untuk produk-produk yang layak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Leli Nurhidayah
Tag Terkait:
Advertisement