Jalur keagenan dalam industri asuransi masih menjadi tulang punggung penjualan asuransi jiwa. Hal ini terbukti dari sangat besarnya jumlah tenaga pemasar dari jalur keagenan bila dibandingkan dari jalur pemasaran bancassurance dan altenatif distribusi. Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), hingga kuartal III 2016 jumlah tenaga pemasar berlisensi asuransi jiwa sebanyak 520.281 orang, dimana lebih dari 90 persen atau sebanyak 471.667 orang berasal dari jalur keagenan.
Kendati demikian, tidak sedikit agen yang tidak profesional terhadap nasabahnya. Misalnya tidak memberikan informasi secara detil kepada nasabah mengenai polis asuransinya, sehingga berpotensi terjadinya sengketa kelak. Atau bahkan ada juga ada yang melakukan kecurangan-kecurangan lainnya demi kepentingan pribadinya.
Hingga Oktober 2016, layanan konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 7356 pertanyaan dari nasabah asuransi dan 988 laporan pengaduan soal asuransi. Laporan pengaduan ini berkontribusi 26% dari total pengaduan yang masuk ke OJK sebanyak 3855 pengaduan. Adapun yang paling besar dipermasalahkan ialah soal klaim dan polis asuransi.
Oleh karena itu, agen profesional menjadi tuntutan wajib bagi pelaku industri asuransi agar berbagai klaim bermasalah dan sengketa antara industri asuransi dan konsumen tidak terjadi lagi.
Menurut Chief Agency Officer PT AXA Financial Indonesia Nina Ong, seharusnya saat nasabah/ calon konsumen mendaftarkan polis auransi melalui agen, mereka harus menjelaskan secara detil polis tersebut, sebab perusahaan asuransi sudah memberikan pelatihan kepada agen.
"Setiap produk memiliki coverage berbeda-beda, ada yang ditanggung ada yang tidak. Setelah customer setuju, terjadi proses pembelian asuransi dan polis akan dikirimkan ke customer atau nasabah. Dalam polis jelas apa yang bisa diklaim dan apa yang tidak. Dan biasanya customer disarankan untuk melihat ke policy warding pada saat melakukan klaim yang dibutuhkan," ujar Nina di kantor pusat AXA Financial di Jakarta, belum lama ini.
Untuk mengantisipasi fraud yang dilakukan agen, Nina menuturkan setiap agen dibekali integritas yang tinggi dan menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Selain itu agen juga harus memiliki lisensi keagenan.
"Jadi kalau agen itu fraud kita akan mengambil sanksi kepada agen tersebut. Tetapi sejauh ini customer kalau klaim, mereka akan selalu proses ke klaim center kita. Kalau klaim yang kita bayarkan juga langsung ke customer, bukan lewat agen. Jadi seperti itu, kalau agennya mau nakal juga tidak bisa, soalnya kita bayarkan ke customernya, ahli warisnya atau tertanggung," jelasnya.
Lebih jauh katanya, selain dapat melakukan klaim di customer care AXA dan melalui telepon. Nasabah juga dapat melakukan klaim di kantor pemasaran, semisal customer ingin mendapatkan informasi mengenai prosedur klaim dan lainnya.
"Makanya mengapa kita juga melakukan ekspansi kantor pemasaran untuk mendekatkan diri dengan masyarakat dan memberikan pelayanan lebih kepada customer," ungkapnya.
Selain itu, AXA juga memanfaatkan perkembangan teknologi, salah satunya menyediakkan nomor Whatsapp Claim yang dapat digunakan untuk melakukan klaim. Di mana customer dapat mengisi form kemudian diajukan melalui Whatsapp tersebut.
"Kalau kami proses nanti kami memberikan informasi dalam beberapa hari akan menghubungi kembali, pembayaran klaim telah disampaikan dan segala macam itu disampaikan langsung ke nasabah," tutur Nina.
Kendati demikian, dia mengakui edukasi kepada konsumen juga menjadi hal yang penting agar konsumen benar-benar memahami isi polis dan apa saja syarat dan ketentuannya.
"Begitu proses membeli produk asuransi selesai kan ada polis asuransinya, nah di situ agen harus mengantarkan. Di sini dengan tim marketing untuk produk kesehatan kita perlu mengedukasi. Misalkan cara klaim bagaimana, apa saja yang ditanggung, jadi customer bisa baca," pungkasnya.
Saat ini AXA Financial Indonesia sudah memiliki 14 ribu agen di seluruh Indonesia yang tersebar di 70 kantor pemasaran. Untuk menjaga profesionalitas, AXA fokus pada bagaimana meningkatkan pelayanan kepada customer dan kualitas agen.
"Kami sudah melakukan beberapa hal, pelatihan memberikan tools alat-alat bantu untuk menjual. Dan untuk penambahan kami melakukan beberapa strategi saat ini yaitu merekrut dari beberapa segmen. Tapi yang paling penting adalah bagaimana melatih mereka menjadi seorang penjual yang profesional. Tidak melakukan miss selling kepada customer, karena buat kita fokus itu memberikan pelayanan," tutup Nina.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement