Politisi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menilai keputusan DPP Partai Golkar yang akan mengganti Ade Komaruddin sebagai Ketua DPR RI kembali kepada Setyanovanto menunjukkan bahwa kepemimpinan Golkar saat ini sangat picik. Menurutnya, langkah politik yang diambil Novanto dianggap lebih pada berorientasi pribadi, kelompok, dan konspiratif.
"Keputusan-keputusannya dan cara pengambilan keputusannya selalu kontroversial, mengedepankan kepentingan jangka pendek, serta menimbulkan spekulasi adanya pengaruh kekuatan dan kepentingan di luar partai bahkan di luar kepentingan negara. Kita dikejutkan dengan tiba-tiba memberikan dukungan terhadap Ahok. Kemudian menetapkan Jokowi sebagai Capres 2019. Terakhir kembali ngotot mendudukkan kembali Setya Novanto sebagai Ketua DPR," kata Ahmad Doli di Jakarta, Selasa (22/11/2016).
Menurutnya Golkar saat ini tidak lagi berada pada posisi sebagai kekuatan politik yang punya visi besar di dalam membangun negara. Narasi besar Golkar di dalam mewujudkan cita-cita bangsa telah dikalahkan dengan diskusi-diskusi kecil rebutan "kursi dan proyek".
"Latar belakang itulah yang melahirkan keputusan-keputusan seperti di Rapat Pleno kemarin tentang pergantian Akom ke SN. Alasan yang dibuat pun jadi mengada-ada. Pertama perlu diingat bahwa SN bukan diberhentikan tetapi mengundurkan diri sebagai Ketua DPR. Kedua, apa kesalahan Akom sehingga harus diganti. Ketiga, saya dapat info bahwa pergantian ini juga atas petunjuk Jokowi," tambahnya.
"Kalau memang info itu benar, artinya Golkar sudah menjadi alat kepentingan Jokowi yang terakhir ini tidak bisa dilepaskan dengan isu Ahok dan kekuatan dibelakangnya. Apakah upaya mendudukkan SN kembali dalam rangka upaya konsolidasi mengamankan Jokowi yang melindungi Ahok. Bila itu yang terjadi sulit dibantah bahwa memang konspirasi papa minta saham itu memang benar adanya," tandasnya.
"Keempat, di dalam mekanisme internal, pergantian, penempatan, dan penetapan kader pada posisi lembaga tinggi negara harus dikonsultasikan ke Dewan Pembina. Pertanyaannya apakah Dewan Pembina Golkar saat ini adalah Jokowi, bukan Aburizal Bakrie lagi? Saya kira Dewan Pembina san Dewan Kehormatan harus sudah mengambil sikap soal ini. Kelima, pergantian pimpinan DPR tidak juga dengan serta merta mudah dilakukan. Benar memang ada kewenangan partai asal dari yang bersangkutan. Namun posisi pimpinan DPR itu juga diatur Undang-Undang. Pengalaman Fahri Hamzah harusnya menjadi pertimbangan untuk melanjutkan proses pergantian Akom ke SN itu. Jadi, keputusan DPP PG ini akan menimbulkan kegaduhan baru, baik di internal Golkar maupun di DPR. Dan itu akan memperburuk citra Golkar, mengganggu kinerja DPR, dan bisa menghambat kerja pembangunan. Rakyat akan menilai bahwa elitenya sibuk rebutan kue, sementara rakyatnya kelaparan," tutup Doli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement