Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kontribusi Astra Membawa Indonesia Menjadi Raja Otomotif Asia Tenggara

Kontribusi Astra Membawa Indonesia Menjadi Raja Otomotif Asia Tenggara Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Astra melalui Toyota Astra Motor (TAM) memberi kontribusi besar dalam perkembangan industri otomotif dalam negeri. Sejak 1987 hingga Oktober 2016 ekspor akumulasi Completely Built-Up (CBU) sudah mencapai 1.000.000 unit, ekspor mesin sebanyak 1.367.000 unit, ekspor Complete Knock Down (CKD) sudah 820.000 unit, dan ekspor komponen hingga 646.000.000 unit.

Saat ini Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), perusahaan restrukturisasi dari TAM telah memiliki lima pabrik. Tiga diantaranya berlokasi di Karawang, yang pertama Plant 1 beroperasi sejak tahun 1998 memproduksi Kijang Innova dan Fortuner dengan kapasitas produksi 130.000 unit per tahun. Kemudian Karawang Plant 2 beroperasi sejak tahun 2013 untuk produk Etios Valco, Vios & Limo, Yaris, dan Sienta dengan kapasitas 120.000 unit per tahun. Dan Karawang Plant 3 dibuka tahun 2016 untuk memproduksi R-NR Engine dengan kapasitas 216.000 unit per tahun.

Dua pabrik lainnya berada di Sunter yakni Sunter 1 berdiri sejak tahun 1973 untuk memproduksi TR-K Engine, dan Sunter 2 berdiri sejak tahun 1977 dengan kegiatan Stamping Pats/dies dan Iron Castings. Masing-masing pabrik di sini memiliki kapasitas 195.000 unit per tahun dan Iron Castings 12.000 ton.

Dari lima pabrik tersebut, Karawang Plant 2 termasuk pabrik baru. Saat ini mampu memproduksi 120.000 per tahun. Di pabrik ini, dalam proses produksi 1 unit mobil memerlukan waktu 27 jam dengan masa takt time 2,8 menit. Artinya setiap 169 detik satu unit mobil keluar dari dapur TMMIN.

Direktor of Production Engineering and Karawang Plant, Nandi Julyanto mengatakan, kapasitas produksi Karawang Plant 2 baru beroperasi 70%. Untuk memaksimalkan kapasitas dapat dilakukan dengan meningkatkan work time atau takt time. Sebagai perbandingan di Karawang Plant 1 dengan kapasitas yang sudah maksimal, proses produksi 1 unit mobil hanya memerlukan waktu 22 jam dengan masa takt time 1,6 menit atau 96 detik saja.

Masih longgarnya waktu proses produksi, menurut Nandi menjadi modal untuk meningkatkan volume produksi dan menurunkan biaya operasi. Selain itu masih banyak celah yang digunakan untuk memaksimalkan efisiensi, seperti menggunakan gas pada cold generator. Namun demikian yang menjadi fokus perusahaan saat ini adalah memastikan kepada prinsipal bahwa industri otomitif di Indonesia saat ini sangat kompetitif.

Menjaga Daya Saing

Vice President (VP) TMMIN, Warih Andang Tjahjono menambahkan, melihat industri otomotif di Indonesia terutama di TMMIN, menunjukkan peningkatan daya saing industri otomotif di Indonesia. Hal itu memberikan pesan bahwa Industri di Indonesia berkembang dengan baik.

?Agar kapabilitas ke dalam makin baik. Regulasi harus memberi pesan ke investor dan prinsipal bahwa negara Indonesia tepat sebagai manufacturing base country,? ujar Warih.

Menurut Warih, untuk terus memberi daya saing, di internal saat ini perlu adanya pengembangan pusat logistik berikat. Sebab Indonesia saat ini sudah menjadi jalur prioritas, peningkatan kualitas di pusat logistik berikat sangat bermanfaat untuk memaksimalkan supplay chain. Dwelling Time saat ini rata-rata masih 5 hari, dinilai masih terlalu lama.

Peningkatan daya saing juga dapat dilakukan dengan mendorong industri pendukung seperti industri petrokimia. Ini akan meningkatkan lokal konten, sebab industri otomotif dalam negeri telah berkomitmen untuk menggunakan produk industri petrokimia dalam negeri. Hasil produk industri petrokimia, tidak hanya dipakai oleh satu atau dua perusahaan, kalau sudah masuk spesifikasi otomotif, maka akan semakin banyak yang menggunakannya. Untuk industri di TMMIN sendiri, saat ini lokalisasi sudah mencapai antara 60-85%.

?Harapannya semakin bagus, sehingga true local content juga semakin bagus. Sehingga tidak lagi tergantung pada apresiasi atau depresiasi (rupiah),? ujar Warih.

Melihat peluang yang ada, pada tahun ini (2016) sebetulnya kapasitas produk di Karawang Plant 2 telah ditingkatkan sebesar 5%. Kalau peluang makin bagus, tahun depan bakal ditingkatkan lebih besar lagi. Artinya jika dengan menggunakan kemampuan 70% dengan produksi 120.000 unit per tahun, dengan menggunakan kemampuan maksimal akan dapat memproduksi lebih dari 170.000 unit per tahun.

Namun yang menjadi tantangan ke depan terhadap industri otomotif di Indonesia, adalah bagaimana meyakinkan prinsipal bahwa industri manufacturing saat ini telah kompetitif yang menunjukkan adanya peningkatan daya saing. Hal itu memberikan pesan yang tepat, bahwa industri di Indonesia berkembang dengan baik, dan seharusnya industri yang lain juga ikut berkembang semakin baik.

Memperluas Pasar

Dengan kapasitas produksi yang dimiliki oleh TMMIN, membuat industri otomotif dalam negeri menjadi yang terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Thailand. Industri otomotif Indonesia juga semakin diperhitungnya oleh dunia.

Itu terbukti dari tujuan ekspor yang semakin banyak. Hingga saat ini sudah lebih dari 80 negara tujuan ekspor, antara lain eskpor CBU Fortuner; ke Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia, Timur Tengah dengan total 56 negara. Selanjutnya produk Kijang Inova; ke Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia dan Timur Tengah dengan total 30 negara.

Selanjutnya produk Vios; ke Asia dan Timur Tengah dengan total 13 negara. Yaris ke Asia dengan total 2 negara. Avanza ke; Asia, Afrika, Amerika Latin, Pasifik, dan Timur Tengah dengan total 25 negara. Kemudian, Produk Rush ke Malaysia, Town Ace/Lite Ace ke Jepang, dan Agya ke Filipina.

Tidak hanya itu, ekspor juga dalam bentuk CKD ke Asia, Amerika Latin dan Afrika. Komponen ke Asia, Australia, Afrika, dan Amerika Latin. Mesin dalam bentuk komplit ke Asia, Afrika dan Amerika Latin. Mesin Cyl Head ke Thailand. Dalam bentuk produk Die ke Asia, Afrika, Australia, Eropa, dan Amerika Latin. Dan produk Jig ke Asia dan Australia.

Sayangnya perlambatan ekonomi nasional berimbas terhadap penjualan otomotif baik di pasar lokal maupun di pasar ekspor. Sebagai produsen mobil terbesar di Indonesia seperti TMMIN ternyata juga terkena imbas tersebut. Tahun ini dibanding tahun sebelumnya ekspor terkoreksi sekitar 20%. Menurutnya hingga Oktober 2016, ekspor mobil Toyota sebanyak 142 ribu, jumlah tersebut masih jauh dari pencapaian tahun 2015 sebesar 177 ribu.

Menurut Warih, penurunan tersebut dipicu oleh anjloknya permintaan di pasar Timur Tengah terutama Arab Saudi untuk produk Vios dan Sedan Yaris. Beruntung penurunan ekspor di pasar Timur Tengah diimbangi oleh membaiknya permintaan di pasar ASEAN, terutama Filipina. Kalau dikoneksikan, penurunan ekspor tahun ini sudah dibantu dengan peningkatan permintaan di beberapa negara.

Untuk tahun depan, lanjut Warih, pasar ekspor belum bisa diharapkan akan kembali meningkat. Sebab beberapa negara yang menjadi pengimpor utama ekonominya belum membaik. Untuk itu TMMIN terus berupaya untuk mencari pasar-pasar baru.

?Tahun depan ada dua destinasi baru, Maroko dan Argentina untuk mobil Inova, volume masih kecil, 1.500 per tahun,? ungkap Warih.

Dengan terbukanya pasar baru tersebut, secara tidak langsung TMMIN juga akan memproduksi CKD Fortuner. Produk ini selain diproduksi untuk memenuhi permintaan Argentina juga akan diekspor ke Brazil. Selain itu, juga diharapakan untuk pasar Afrika Selatan juga semakin maju. Sebab melihat kondisi benua hitam yang terlihat semakin bagus, Afrika Selatan diharapkan akan menjadi pintu masuk.

"Penurunan di satu sisi dicover area lain, Timur Tengah turun, Asia Pasifik membaik, Sout of Africa stabil," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: