Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PN Jaksel Sidangkan Dirut PT Geo Dipa Samsudin Warsa

PN Jaksel Sidangkan Dirut PT Geo Dipa Samsudin Warsa Kredit Foto: Esdm.go.id
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, menyidangkan perkara Dirut PT Geo Dipa Samsudin Warsa terkait dugaan penipuan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi Dieng-Patuha.

Majelis hakim persidangan tersebut Tursinah Aftianti, Djoko Indiarto, dan Sohe.

"Kami sampaikan tanggapan singkat GeoDipa atas uraian peristiwa di dalam Surat Dakwaan dengan No. Reg. Perkara PDM-476/Jkt.Sel/10/2016 tertanggal 27 Oktober 2016, kami melihat tidak ada pidana dalam kontrak yang ditandatangani klien kami," kata kuasa hukum, Geo Dipa, Heru Mardijarto di PN Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2016).

Ia menilai atas upaya kriminalisasi ini program 35 ribu mega watt yang diprioritaskan Presiden Joko Widodo menjadi terhambat.

Heru menjelaskan bahwa dalam konteks hukum panas bumi di Indonesia tidak mengenal istilah izin konsesi, melainkan Kuasa Pengusahaan. Dalam hal ini, GeoDipa merupakan perusahaan yang dibentuk untuk mengelola wilayah panas bumi Dieng dan Patuha.

Hal tersebut mengacu pada surat PT Pertamina yang menunjuk GeoDipa. Pertamina sendiri selaku pemegang Kuasa Pengusahaan berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1981. Hal ini ditegaskan oleh PT Pertamina (Persero) melalui Surat No. 1083/C00000/2006-S0 tertanggal 27 September 2006. Atas dasar itu secara singkat GeoDipa sudah menerima hak pengelolaan sejak pendirianya.

Kemudian dipertegas kembali oleh pemerintah melalui Kepmen ESDM No. 2789 K/30/MEM/2012 dan Kepmen ESDM No.2192 K/30/MEM/2014 yang berisi mengenai penegasan Kuasa Pengusahaan Panas Bumi Dieng dan Patuha kepada GeoDipa.

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 78 Undang-undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, semua kuasa pengusahaan sumber daya Panas Bumi yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan tetap berlaku selama 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak diundangkannya UU Panas Bumi.? "Oleh karenanya, Hak Pengelolaan yang dimiliki GeoDipa saat ini masih tetap berlaku dan sesuai dengan hukum," ujar Heru.

Menurut Heru, perlu diketahui, sebelum Kontrak ditandatangani, Bumigas telah mengetahui bahwa GeoDipa memang tidak memiliki izin konsesi sebagaimana diminta oleh Bumigas, karena memang istilah izin konsesi juga tidak diakui di dalam sistem hukum Indonesia.? Hal ini juga diakui sendiri oleh Penuntut Umum sebagaimana dapat dilihat pada halaman 1, alinea 2 Surat Dakwaan yang menyatakan bahwa pada tanggal 3 Agustus 2004 dan 25 Oktober 2004 (jauh sebelum Kontrak ditandatangani), Bumigas telah melakukan beberapa korespondensi dengan GeoDipa dan pada saat itu juga Bumigas sudah mengetahui bahwa GeoDipa tidak memiliki izin konsesi.

Terlebih lagi, dalam Berita Acara Rapat tersebut, Bumigas telah menyepakati fakta bahwa kondisi-kondisi mengenai hak konsesi sudah disampaikan oleh GeoDipa kepada Bumigas sejak awal bahkan sebelum penandatanganan Kontrak.

"Namun, Berita Acara Rapat tersebut tidak dimasukkan ke dalam berkas perkara yang dilimpahkan oleh Penyidik ke Penuntut Umum, sehingga menyebabkan perkara ini berlanjut ke pemeriksaan pidana di Pengadilan Jakarta Selatan," ungkap Heru.

Ia menambahkan perlu juga dicatat bahwa GeoDipa dibentuk khusus untuk menjalankan usaha panas bumi dan memiliki izin untuk melakukan kegiatan usaha tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Klien kami sebagai Presiden Direktur GeoDipa, pada saat itu, diberikan mandat untuk menjalankan kegiatan usaha GeoDipa oleh pemegang saham yang saat itu Pertamina dan PLN.

"Klien kami telah menjalankan tugasnya sesuai mandat yang diberikan. Atas penjelasan diatas kami sangat heran apa yang menjadi alasan klien kami dituduh melakukan penipuan, padahal di satu sisi, GeoDipa sangat didukung oleh pemerintah Indonesia sampai saat ini," tegasnya.

"Klien kami siap menjalankan proses persidangan pidana ini karena tidak ada kesalahan yang dilakukan. Dan jelas ini hanyalah bentuk kriminalisasi dan upaya menutupi kelemahan Bumigas yang sebenarnya tidak mampu menjalankan kewajibannya sesuai Kontrak," tegasnya.

Heru mengungkapkan atas nama GeoDipa dan Kliennya, telah mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, Tim Saber Pungli, dan institusi-institusi terkait lainnya guna mengawal dan memantau jalannya proses persidangan ini. Karena ada potensi kerugian negara dalam masalah kontrak GeoDipa dan Bumigas.

Saat ini, GeoDipa sendiri sudah siap untuk melanjutkan proses pembangunan PLTP yang lain, namun pembangunan tersebut menjadi terhambat karena terdapat ganjalan-ganjalan yang salah satunya diakibatkan oleh pemeriksaan perkara pidana ini.

"Akibat hal ini, terdapat potensi kerugian negara paling tidak Rp1,5 triliun apabila proses pembangunan PLTP yang lain menjadi berhenti. Terlebih lagi, perkara ini terkait dengan PLTP Dieng dan Patuha yang juga merupakan aset negara dan termasuk ke dalam program 35.000 MW sebagaimana diinstruksikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo. Bahkan PLTP Dieng dan Patuha telah ditetapkan sebagai salah satu obyek vital nasional," katanya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: