Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 diperkirakan berkisar 5,1%. Pertumbuhan tersebut meskipun cukup tinggi dibanding dengan beberapa negara, namun belum menunjukkan kualitas dari pertumbuhan ekonomi.
Disampaikan oleh peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto dalam diskusi akhir tahun INDEF yang digelar di Jakarta, Kamis (29/12/2016), kualitas pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari tiga indikator, yakni angka pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan, tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Terkait dengan pengangguran, tingkat pengangguran terbuka (TPT) tahun 2016 sebesar 5,25%, sementara jika melihat pertumbuhan ekonomi di tahun 1998 yang -13,13 TPT sebesar 5,4%. Itu artinya kemampuan menyerap tenaga kerja dari pertumbuhan ekonomi di Indonesia menurun.
Selanjutnya melihat tingkat kemiskinan di tahun 2016 sebesar 10,85%, di tahun-tahun 1998 tingkat kemiskinan 24,2%. Seharusnya kemampuan pertumbuhan ekonomi mampu mereduksi kemiskinan semakin menurun. Pada tahun 1976-1987, rata-rata pertumbuhan 6,18% per tahun, kemiskinan turun 22,7%. Pada tahun 2004-2015, rata-rata pertumbuhan 5,58%, kemiskinan hanya turun sebesar 5,53%.
Jauh sebelum krisis, angka kemiskinan di desa lebih kecil dibanding kemiskinan di kota, menjelang krisis 1996 kemiskinan di desa menjadi lebih besar dibanding dengan angka kemiskinan di kota dan hal tersebut terus meningkat seiring semakin berkurangnya sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru di daerah.
Kemiskinan di pedesaan lebih parah dibandingkan dengan kemiskinan di perkotaan. Kondisi kemiskinan di perdesaan semakin parah pasca-September 2014. Di sisi lain kemiskinan perkotaan cenderung membaik. Kemudian melihat ketimpangan ekonomi dilihat dari indeks koefisien gini sebesar 0,39 belum mencerminkan kualitas pertumbuhan ekonomi. Indeks gini di Indonesia saat ini, menurutnya, paling buruk nomor empat dunia.
Melihat indeks gini di tahun 2000 di angka 0,3 merupakan titik terendah, dan pada saat itu pertumbuhan ekonomi 4,86%.
"Di India ideks gini ratio lebih tinggi dari Indonesia, tapi wajar karena pertumbuhan ekonomi di sana tinggi, tapi di Indonesia pertumbuhan rendah tapi indeksnya tinggi," ujar Eko.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement