Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) dengan tegas menolak kedatangan tenaga kerja asing (TKA) ilegal asal Cina. Sebab Indonesia memiliki jumlah angkatan kerja yang tinggi.
Ketua SPKA Syafriadi mengatakan pihaknya masih toleran jika pekerja asal tirai bambu itu memiliki izin resmi dan bekerja di Indonesia sebagai pemilik perusahaan maupun tingkat pimpinan. Namun jika hanya sebatas pekerja kasar dan tidak memiliki surat resmi maka akan membahayakan keberadaan tenaga kerja lokal.
"Kami menolak TKA ilegal. Jangankan masuk PT KAI (Kereta Api Indonesia), menjadi pekerja perusahaan swasta tetapi berstatus ilegal pun, kami tolak.? Saya kira, kalau levelnya pimpinan, tidak masalah. Mungkin saja owner perusahaan tersebut. Tapi, kalau levelnya pekerja kasar, tentu saja secara tegas, kami tolak," katanya kepada wartawan di Bandung, Rabu (18/1/2017)
Syafriadi menjelaskan apabila pemerintah tidak melakukan langkah-langkah kongkret menyikapi TKA ilegal, maka tingkat pengangguran di Indonesia semakin tinggi. Pihaknya pun mengapresiasi kinerja Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Hanif Dhakiri, yang merespon masalah TKA ilegal secara cepat. Namun tidak mudah dan berat menangkal TKA ilegal tersebut. Dia menduga keberadaan TKA asal negeri tirai bambu itu terindikasi unsur politik.
"Tidak tertutup kemungkinan, maraknya TKA ilegal itu terindikasi unsur politik,"katanya. Menurutnya, guna menyikapi dan menangkal masuknya TKA ilegal, pemeritah harus lebih tegas dan meningkatkan pengawasan.
"Kalau perlu, cabut aturan bebas visa. Soalnya, sangat mungkin aturan bebas visa itu dimanfaatkan para TKA ilegal," ujarnya. Dia menilai penghapusan bebas visa tidak mempengaruhi kunjungan wisatawan. Meski tidak bebas visa, apabila wisatawan mancanegara? tertarik pada kepariwisataan nasional, mereka tetap saja berkunjung ke Indonesia. "Jadi, saya kira, pencabutan bebas visa tidak berefek pada dunia pariwisata," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Sucipto
Advertisement