Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengeluarkan hasil kajian awal kebutuhan kereta ekspres berkecepatan 160 kilometer (km) per jam rute Jakarta-Surabaya mencukupi untuk mengurangi beban transportasi darat dan udara.
"Kenapa kok tidak dibuat secepat Shinkansen (kereta cepat Jepang, red). Karena biayanya sangat besar, dari hasil kajian awal memakai kereta ekspres dengan kecepatan 160 km per jam saja sudah cukup," kata Kepala BPPT Unggul Priyanto, di Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Berdasarkan kajian awal revitalisasi kereta ekspres Jakarta-Surabaya yang dilakukan BPPT bersama Kementerian Perhubungan, PT KAI dan Jepang, menurut dia, pengembangan kereta ekspres ini cukup mendesak. Seharusnya pada 2017 sudah dikerjakan, meski peminat proyek ini akan susah didapat.
Ia juga mengatakan berdasarkan hasil kajian tersebut, rel KA yang sekarang digunakan masih akan bisa digunakan jika memang kereta ekspres berkecepatan 160 km per jam dikembangkan. Rel kereta yang ada bisa digunakan lebih optimal, tidak perlu membuat jalur rel kereta yang baru, katanya lagi.
Kajian yang dilakukan sendiri oleh ahli-ahli dari Indonesia, ia berharap, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) akan maksimal.
Menurutnya, jika pembangunan atau revitalisasi kereta ekspres Jakarta-Surabaya itu dilakukan dengan menggunakan "soft loan", TKDN masih bisa dinaikkan.
Selain telah menyelesaikan kajian kereta ekspres Jakarta-Surabaya, BPPT pada 2016 juga telah melakukan pendampingan teknis pembangunan light rapid transit (LRT) di Palembang dan pengkajian sistem LRT Jabodetabek bersama Kementerian Perhubungan, serta kajian kereta cepat Jakarta-Bandung.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan berdasarkan hasil pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Pemerintah Indonesia memberikan kesempatan kepada Pemerintah Jepang untuk menyusun proposal awal terkait rencana kerja sama proyek revitalisasi jalur kereta utara Jawa tersebut.
Budi menjelaskan dalam proposal tersebut juga akan dikaji prastudi kelaikan, serta kesepakatan nilai investasi proyek tersebut. "Termasuk nilai investasi proyek, kalau prastudi kelaikan itu 'kan ada kualitatif dan kuantitatif," katanya lagi.
Ia menambahkan, nantinya hasil proposal awal dari Pemerintah Jepang akan dicocokkan dengan hasil studi yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia, dalam hal ini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Pemerintah akan memberikan kesempatan bagi Pemerintah Jepang membuat proposal awal untuk menerapkan standar kehati-hatian terkait proyek yang nilainya diperkirakan mencapai hingga Rp80 triliun tersebut. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement