Kredit Foto: Vicky Fadil
Sistem aturan jangka waktu Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dengan pola kerja sama berupa "Build, Own, Operate, Transfer" (BOOT) bertujuan untuk menghindarkan alih fungsi lahan dari pembangkit listrik menjadi bangunan lain.
"Daerah pembangkit listrik pasti dekat dengan pemukiman, untuk yang tidak dekat biasanya lama kelamaan akan menjadi ramai daerah tersebut, namun kadang lahan yang sudah selesai kontrak berubah menjadi mal atau pemukiman moderen," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman di Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Menurutnya sistem "BOOT" memungkinkan untuk tetap menjadikan lahan tersebut menjadi pembangkit listrik, agar pasokan tetap terjaga, karena akan ditransfer kepada pemerintah.
Sesuai aturan, dari Permen ESDM No. 10 tahun 2017, jangka waktu Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) paling lama 30 tahun, dengan mempertimbangkan jenis pembangkit, dan dihitung sejak COD.
Sebelum adanya peraturan No. 10 tahun 2017, BOOT hanya menjadi pilihan, apakah akan ditransfer atau tidak, sekarang tanpa kecuali BOOT akan diterapkan setelah dibangun oleh swasta.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan tiga Permen terkait dengan jual beli listrik.
"Peraturan Menteri ini terbit supaya ada kesetaraan antara penjual dan pembeli terkait kelistrikan, agar pasokan listrik juga sesuai dengan kebutuhan," tutur Jarman.
Dalam penjelasannya ada tiga peraturan menteri yang diterbitkan, yaitu Permen ESDM No. 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik, Permen ESDM No. 11 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Listrik dan Permen ESDM No. 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Permen No. 10 tahun 2017 ruang lingkupnya adalah mengatur Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) antara pembeli (PLN) dengan penjual (IPP) terkait aspek komersial untuk seluruh jenis pembangkit termasuk Panas Bumi, PLTA dan PLT Biomass. Sementara, pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang intermiten dan Hidro dibawah 10 MW, diatur dalam peraturan tersendiri.
Selanjutnya, Permen No. 11 tahun 2017 lingkupnya adalah mengatur sisi teknis dan harga gas untuk pembangkit listrik yang bertujuan untuk menjamin kesediaan pasokan gas dengan harga yang wajar dan kompetitif, baik untuk gas pipa maupun LNG.
Untuk No. 12 tahun 2017, lingkupnya terkait jenis Pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan Sumber energi terbarukan yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik, PLTB (angin), PLTA, PLTBm (mikrohidro), PLTBg (biogas), PLTSa (tenaga sampah), dan PLTP (panas bumi).
Pokoknya adalah PT PLN wajib menyusun dan mempublikasikan pokok-pokok PJBL yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melakukan pelelangan, pemilihan, atau penunjukan PPL, PT PLN (Persero) mengutamakan PPL yang menggunakan tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Advertisement