Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPR Enggan Kaitkan Revisi UU dengan e-KTP

DPR Enggan Kaitkan Revisi UU dengan e-KTP Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fadli Zon di Makassar (28/2/2017) | Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Ketua DPR Fadli Zon enggan mengaitkan rencana revisi UU KPK dengan pengusutan dugaan korupsi KTP Elektronik (KTP-E) yang dalam BAP-nya banyak disebut nama anggota DPR dan pejabat negara.

"Saya kira harusnya sih tidak (ada kaitannya) ya. Kita tetap membutuhkan lembaga antikorupsi yang punya kekuatan. Tetapi kita juga ingin lembaga seperti KPK itu 'prudence' kan. Misalnya dalam persoalan kemarin, masa dakwaan bisa bocor? Berarti ada yang membocorkan. Itu tidak ada hati-hati," kata Fadli Zon di kompleks Istana Presiden Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Fadli menyampaikan hal itu seusai Pertemuan Silaturahmi Presiden dengan pimpinan lembaga negara yang dihadiri oleh pimpinan MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, BPK serta Komisi Yudisial di Istana Merdeka.

Saat ini DPR melalui Badan Keahlian DPR (BKD) sedang melakukan sosialisasi revisi UU KPK di sejumlah perguruan tinggi untuk menampung masukan kritis masyarakat terkait UU tersebut.

"Saat ini masih sosialisasi saja. Itu tugas rutinnya BKD. Dulu rapat konsultasi pertengahan tahun lalu, Presiden sendiri yang menyarankan untuk adanya sosialisasi. Memang itu perlu ada masukan-masukan dari berbagai pihak. Di DPR sendiri kan masih ada pandangan-pandangan yang pro dan kontra juga," tambah Fadli.

Fadli pun membantah wacara revisi UU KPK itu bertepatan dengan dimulainya persidangan KTP-E yang menyebutkan sejumlah anggota DPR menerima ratusan miliar dolar dalam proyek itu.

"Orang yang didakwakan belum tentu sesuai dengan apa yang didakwakan. Nah itu kan telah merugikan nama baik yang ada di situ. Itu harusnya pengadilan yang harus membuktikan. Kalau salah ya dihukum, kalau tidak salah ya harusnya direhabilitasi. Tapi kan dengan disebut nama-nama itu saja, sudah merusak orang-orang tersebut yang statusnya belum tentu salah," ungkap Fadli.

Namun Fadli mengaku bahwa rencana revisi UU KPK belum final di DPR.

"Kami belum sampai pada kesimpulan itu, hanya menyerap aspirasi, bagaimana. Kan dulu pemerintah juga meminta ada empat hal yang direvisi kan? Soal penyadapan, penyidik, pengawas dan lain-lain. Kami perdalamlah, apakah diperlukan atau tidak," ungkap Fadli.

Dalam dakwaan KTP-E disebutkan bahwa Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto menjadi pengawal anggaran KTP-E di DPR.

Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya DPR menyetujui anggaran KTP-E dengan rencana besar tahun 2010 senilai Rp5,9 triliun yang proses pembahasannya akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi pemberian fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri.

Kesepakatan pembagian anggarannya adalah: 1. 51 persen atau sejumlah Rp2,662 triliun dipergunakan untuk belanja modal atau riil pembiayaan proyek 2. Rp2,558 triliun akan dibagi-bagikan kepada: a. Beberapa pejabat Kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto sebesar 7 persen atau Rp365,4 miliar b. Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp261 miliar c. Setya Novanto dan Andi Agustinus sebesar 11 persen atau sejumlah Rp574,2 miliar d. Anas Urbaningrum dan M Nazarudin sebesar 11 persen sejumlah Rp574,2 miliar e. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen sejumlah Rp783 miliar. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: