Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat menyatakan menolak privatisasi atau swastanisasi air Jakarta yang dinilai melanggar norma hak atas air yang seharusnya dapat diakses setiap warga ibukota.
Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Arman Manila dalam diskusi publik di Jakarta, Selasa (21/3/2017), menyatakan, dengan adanya privatisasi air Jakarta maka masyarakatlah yang merasakan dampak langsung.
"Misalnya nelayan di Marunda Kepu harus menghabiskan uang sebesar Rp500.000 untuk bisa mendapatkan air bersih," kata Arman.
Menurut dia, pengelolaan air di Jakarta dapat dikatakan salah urus terlebih pemerintah menggelontorkan solusi proyek reklamasi ibukota.
Sebagaimana diketahui, 20 tahun pengelolaan air di Jakarta saat ini dikuasai oleh pihak swasta yakni PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) dan PT AETRA Air Jakarta (AETRA).
PALYJA menguasai pengelolaan air di wilayah Barat dan Utara Jakarta, sementara AETRA menguasai pengelolaan air di wilayah Timur dan Selatan Jakarta.
Putusan Gugatan Warga Negara tertanggal 24 Maret 2015 memutuskan bahwa Perjanjian Kerja Sama (PKS) privatisasi air Jakarta adalah perbuatan melawan hukum sekaligus melanggar norma hak atas air.
Koalisi LSM juga menilai swastanisasi pengelolaan air menciptakan diskriminasi dan ketidakadilan akses bagi masyarakat miskin karena pelayanan yang buruk dan kualitas air yang rendah.
"Terlebih lagi bagi perempuan yang paling banyak bersinggungan dengan penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga, seperti mencuci, memasak, ataupun untuk mandi anak," kata Ketua Solidaritas Perempuan Jabodetabek, Elasari.
Menurut Elasari, berdasarkan pantauan di lima wilayah ibukota, Jakarta masih menghadapi permasalahan krisis air yang mencakup kuantitas, kualitas dan kontinuitas.
Dengan kata lain, lanjutnya, selain dihadapkan pada kondisi air yang keruh, berwarna, berbau, kotor dan/atau berasa, warga Jakarta masih dihadapkan pada rendahnya debit pasokan air serta kontinuitas ketersediaan.
"Keterlibatan operator swasta tidak menunjukkan manfaat dalam pengelolaan air, justru ancaman krisis air tetap terjadi," ujarnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement