Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian dianggap tak menunjukkan kemajuan jika dibandingkan UU Perkoperasian yang telah dibatalkan oleh MK beberapa waktu lalu.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto di Jakarta, Minggu (26/3/2017), berpendapat RUU Perkoperasian yang kini sudah ada tidak mengalami perubahan dan bahkan menunjukkan banyak kemunduran dibandingkan dengan UU yang sudah ada saat ini.
"Sebut saja misalnya mengenai pasal sanksi dan pengawasan. Dalam RUU ini sama sekali tidak menunjukkan kemajuan," katanya.
Sebelumnya, pasca-UU Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian dibatalkan Mahkamah Konstitusi tiga tahun lalu, kini telah disusun draf baru yang posisinya sudah di DPR RI. Suroto berpendapat seharusnya RUU yang baru mampu mengadopsi berbagai kekurangan yang membuat UU Nomor 17 Tahun 2012 dibatalkan oleh MK.
"Citra koperasi yang sudah dirusak oleh rentenir baju koperasi saat ini mustinya dapat perhatian khusus," katanya.
Menurut dia, isi RUU yang kini masih dalam pembahasan di DPR tidak memberikan fokus khusus terkait citra koperasi termasuk dan mengatur masalah rentenir "berbaju" koperasi yang sudah meresahkan masyarakat.
"Ini jelas tidak sesuai dengan orientasi kebijakan pemerintah yang katanya ingin meningkatkan kualitas koperasi," katanya.
Suroto mengatakan UU seharusnya berfungsi imperatif atau mengatur hal-hal agar ditaati. "Kalau tidak jelas sanksinya hanya akan jadi macan kertas. Tidak ada fungsinya membuat UU baru. Salah satu agenda penting reformasi itu ya undang-undang koperasi seharusnya," katanya.
Pihaknya sempat mengusulkan dalam draf awal terkait penggunaan nama koperasi yang tidak menjalankan prinsip-prinsip koperasi agar diberikan sanksi berat sehingga orang tidak sembarangan menggunakan badan hukum koperasi sebagai kedok.
Ia menganggap draf yang disampaikan pemerintah ke DPR telah mengalami perubahan signifikan dibandingkan draf awal yang mengadopsi masukan sejumlah kalangan.
"Masyarakat mesti mengawal masalah ini bersama-sama agar nanti kita punya UU yang baik. UU kita ini menurut pakar hukum koperasi dunia adalah yang terburuk. Ini malah akan dibuat lebih buruk lagi," katanya.
Suroto juga menyoroti soal keberadaan wadah tunggal gerakan koperasi melalui Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) yang mendapatkan anggaran dalam APBN.
"Ini jelas tidak sesuai dengan prinsip koperasi dan hanya akan membuat lemah terus-menerus gerakan koperasi," katanya. (Ant/HSS)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement