Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Adriansyah menyebutkan masalah harga jual gas menjadi salah satu alasan Exxonmobil mundur dalam pengembangan lapangan produksi gas Jambaran-Tiung Biru.
Adriansyah mengatakan Exxon tidak sepakat dengan harga jual yang diinginkan PT Pertamina (Persero) selaku pembeli utama gas yang dihasilkan proyek tersebut.
"Waktu POD (plan of development/rencana pengembangan) ditandatangani, harga gas yang disepakati 8 dolar AS per MMBTU. Karena harga minyak turun, pembelinya, Pertamina Persero minta harga diturunkan menjadi 7 dolar AS. Menurut Exxon itu nggak masuk keekonomiannya sehingga mereka bilang, Pertamina maju sendiri, Exxon tidak ikut," kata Adriansyah usai ditemui saat meninjau Pertamina EP Jatibarang, Indramayu, Senin (10/4/2017).
Selain itu, Exxon meminta pemerintah untuk memberikan insentif fiskal dan pajak dengan nilai pengembalian investasi (internal rate of return/IRR) sebesar 16 persen. Namun, Kementerian ESDM memutuskan agar PEPC yang mengambil alih secara penuh pengelolaan lapangan Jambaran-Tiung Biru (JTB).
PEPC pun diminta untuk menegosiasikan kembali secara "B to B" terkait kompensasi yang harus dibayar. Adriansyah menjelaskan PEPC harus mengembalikan nilai investasi berupa pengeluaran di masa lampau (past cost), nilai di masa depan dan model keekonomian yang harus sama dengan Exxon.
"Kita sudah sama modelnya, memang ada beberapa masalah pajak dan masalah IRR, berapa persennya yang kita negosiasikan," ungkapnya.
Saat ini Pertamina masih melakukan negosiasi intensif dengan ExxonMobil dan sudah menandatangani kesepakatan transisi (Interim Agreement) pada Maret 2017.
Ada pun pengambilalihan lapangan JTB merupakan tindak lanjut Surat Menteri ESDM No 9/13/MEM.M/2017 tertanggal 3 Januari 2017 yang memerintahkan Pertamina untuk mengembangkan secara penuh lapangan JTB dan menyelesaikan negosiasi dengan ExxonMobil antarperusahaan (B to B).
Pertamina EP Cepu menargetkan produksi gas sebesar 172 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) dari Lapangan JTB di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur pada 2020.
Produksi gas sebesar 172 juta MMSCFD dalam kurun waktu 2020-2035 itu seluruhnya menjadi milik Pertamina dengan harga jual 7 dolar AS per MMBTU (eskalasi 2 persen sejak on stream). Gas lapangan JTB juga akan dimanfaatkan separuhnya untuk listrik sebesar 82 MMSCFD.
"Yang beli gas Pertamina Persero. Mereka punya HOA (kesepakatan) dengan PLN sebesar 82 MMSCFD, separuhnya diambil sama PLN," kata Ardiansyah. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement