Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cegah Radikalisme, BNPT Manfaatkan Peran Media Sosial

Cegah Radikalisme, BNPT Manfaatkan Peran Media Sosial Kredit Foto: BNPT
Warta Ekonomi, Semarang -

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius, menyatakan pihaknya turut memanfaatkan peranan media sosial dalam rangka mencegah terjadinya aksi radikalisme di kalangan generasi muda saat ini.

"Kami merekrut anak-anak muda yang di media sosial mempunyai pengikut banyak, untuk turut menyebarkan mengenai bahaya radikalisme di kalangan anak muda," ujar Suhardi saat menjadi pembicara kunci di Universitas Negeri Semarang, Semarang, Sabtu (6/5/2017).

Dalam acara yang dihadiri oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir itu, Suhardi mengatakan dengan adanya teknologi informasi turut mempercepat radikalisme menyasar generasi muda.

Saat ini, orang Indonesia menghabiskan waktu sekitar 181 menit menggunakan ponsel pintar, lebih banyak dibandingkan di depan televisi yang menghabiskan waktu 131 menit, di depan laptop 117 menit, dan di depan tablet sebanyak 110 menit.

"Teknologi informasi mendorong radikalisme masuk ke ruang publik dan keluarga. Kalau dulu, pembaiatan itu dilakukan secara fisik maka sekarang dilakukan secara online," papar dia.

Penyebaran paham radikalisme tersebut, juga dilakukan melalui media sosial. Dia menyebut ada beberapa ciri situs radikal yakni memiliki konten dan ideologi radikalisme dan terorisme, melakukan penghasutan bermuatan SARA, menyebarkan pemahaman yang menjelekkan kelompok lain, menyebarkan pemahaman jihad yang sempit dan jauh dari kedamaian, menyebarkan kebencian dan kekerasan, dan melakukan ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Oleh karenanya, perguruan tinggi berperan besar dalam memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai bahaya radikalisme.

Radikalisme, kata dia, membutuhkan waktu yang panjang maka kampus harus mampu mencermati jika terjadi perubahan pada mahasiswa maupun dosen, misalnya membentuk kelompok eksklusif, karena itu merupakan tanda-tanda menjadi radikal.

Suhardi mengatakan cukup banyak akademisi yang ikut ke dalam ISIS, kondisi itu harus diperhatikan secara serius oleh para pimpinan perguruan tinggi.

"Pimpinan perguruan tinggi harus mampu mendeteksi dan mencegahnya. Bagaiamana nanti formatnya, nanti dipikirkan bersama," cetus Suhardi. (HYS/Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: