Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Thailand Punya Kebijakan Ketenagakerjaan Baru, Puluhan Ribu Pekerja 'Kocar-Kacir'

Thailand Punya Kebijakan Ketenagakerjaan Baru, Puluhan Ribu Pekerja 'Kocar-Kacir' Kredit Foto: Reuters/Damir Sagolj
Warta Ekonomi, Jakarta -

Puluhan ribu pekerja telah meninggalkan Thailand, sebagian besar dari mereka tinggal di negara tetangga seperti Myanmar, pejabat imigrasi mengatakan pada hari Senin (3/7/2017), setelah peraturan ketenagakerjaan baru yang diadopsi oleh pemerintah militer, memicu ketakutan dan kepanikan di antara komunitas migran.

Jutaan pekerja dari negara yang notabene miskin, seperti Kamboja dan Myanmar, merupakan tulang punggung tenaga kerja manual Thailand, dengan industri seperti bisnis makanan laut beromset miliaran dolar, dan sangat bergantung pada pekerja asing.

Sejak meraih kekuasaan dalam kudeta di tahun 2014, junta yang berkuasa di Thailand telah mencapai tingkat keberhasilan yang berbeda dalam kampanye untuk mengatur angkatan kerja asing, yang dipicu oleh laporan media bahwa pekerja yang tidak diatur mengeksploitasi eksploitasi oleh pengusaha.

?Sekitar 60.000 pekerja berangkat antara 23 dan 28 Juni, dan jumlahnya terus meningkat,? ujar seorang pejabat Biro Imigrasi, sebagaimana dikutip dari laman Reuters, di Jakarta, (3/7/2017).

"Mereka berasal dari berbagai negara, tapi kelompok terbesar berasal dari Myanmar," ujar Wakil Komisaris Pornchai Kuntee kepada Reuters. "Mereka mungkin sangat ketakutan sekarang".

Setelah berita tentang eksodus tersebut, Thailand pada hari Jumat menjanjikan penundaan selama 120 hari dalam memberlakukan bagian-bagian dari keputusan tersebut, termasuk denda yang dapat berkisar sampai 800.000 baht atau ($ 23.557) untuk pengusaha yang mempekerjakan pekerja asing yang tidak terdaftar tanpa izin.

Geta Devi, 28 tahun, seorang pekerja Myanmar yang berbasis di Bangkok, ibukota Thailand, mengatakan beberapa temannya panik setelah mendengar tentang kebijakan tersebut.

"Mereka kembali ke Myanmar," tambahnya.

Kebijakan tersebut membuat pekerja yang tidak berdokumen resmi menjadi rentan, kata Andy Hall, seorang expert dari Inggris tentang hak pekerja migran, yang telah memantau isu migrasi di Thailand selama lebih dari satu dekade.

"Sudah jelas bagi saya, puluhan ribu migran akan bergerak seperti ini setelah adanya kebijakan tersebut," ujar Hall, yang telah bekerja secara ekstensif dengan pekerja Myanmar, mengatakan kepada Reuters.

"Meski mendapat ancaman hukuman, "para pejabat korup" akan mencoba menerima sogokan dari para migran yang melarikan diri," ujarnya.

"Keuntungan besar harus didapatkan dalam waktu singkat dari kepanikan dan keributan yang terjadi," Hall menambahkan.

?Petugas polisi yang mencoba memeras uang dari majikan atau pekerja migran akan dihukum,? tegas kepala polisi Thailand, Chaktip Chaijinda, pada hari Jumat (30/6/2017), dalam upaya untuk mencegah eksploitasi pekerja yang ilegal.

Bulan lalu, Amerika Serikat memasukkan Thailand berada dalam daftar perputaran perdagangan manusia, dengan mengatakan bahwa negara tersebut tidak memenuhi standar minimum untuk mengakhiri perdagangan manusia.

Thailand membela upayanya untuk menghentikan perdagangan manusia dan mendesak pejabat A.S. untuk menguji kembali kampanyenya.

?Lebih dari 3 juta migran bekerja di Thailand,? ungkap Organisasi Internasional untuk Migrasi, namun kelompok hak asasi manusia menempatkan angka tersebut lebih tinggi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Bagikan Artikel: