Indonesia menegaskan posisinya terhadap resolusi Uni Eropa tentang kelapa sawit pada Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi antara ASEAN dan Uni Eropa ASEAN (European Union Senior Officials Meeting/SOM) yang berlangsung di Bangkok, Thailand.
Delegasi Indonesia dalam pertemuan itu, Sabtu (8/7/2017) menyebutkan, pertemuan membahas berbagai hal termasuk tantangan yang dihadapi kedua kawasan dewasa ini, situasi regional dan global serta upaya penguatan kerja sama ASEAN-UE bagi kemakmuran bersama.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN/Ketua Delegasi RI Jose Tavares mengatakan isu minyak kelapa sawit (palm oil) harus dibahas lebih komprehensif.
Dikatakannya, Indonesia sangat menyayangkan adanya Resolusi Parlemen Eropa 2016/2222 mengenai Palm Oil Deforestation of Rainforest yang bersikap diskriminatif terhadap kelapa sawit dengan menganggapnya sebagai kontributor terbesar deforestasi.
Tavares mengutip pernyataan Chairmans Statement of the 30th ASEAN Summit, April 2017, yang juga menyayangkan Resolusi Parlemen UE tersebut.
Resolusi yang juga meminta Komisi Eropa mengambil langkah menghentikan penggunaan minyak kelapa sawit sebelum tahun 2020 ini didasarkan pada data yang kurang akurat dan akuntabel. Resolusi ini juga tidak membantu upaya untuk membahas secara komprehensif masalah deforestasi.
Di sisi lain resolusi ini merugikan industri serta masyarakat yang menggantungkan perekonomiannya pada produksi kelapa sawit.
UE pada tahun 2013 mengeluarkan kajian bahwa kelapa sawit menyumbang 2,3 persen deforestasi, sementara livestock grazing malah menyumbang 24,26 persen dan pertanian kedelai menyumbang 5,4 persen.
Indonesia menegaskan bahwa dari penelitian beberapa lembaga seperti GPS (Green Palm Sustainability) dan EPOA (European Palm Oil Alliance) mengenai efisiensi produksi, kelapa sawit terbukti memiliki efisiensi tertinggi produksi vegetable oils dibanding tanaman lainnya, seperti rapeseed, bunga matahari dan kedelai.
Karena itu, Indonesia menginginkan agar UE dapat membahas isu kelapa sawit secara lebih berimbang, lebih komprehensif dan tidak diskriminatif serta juga dapat mengakui sustainable palm oil schemes, termasuk ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
Indonesia mengusulkan penguatan kerja sama ASEAN-UE melalui kemungkinan pembentukan "hotline communication" antarpejabat berwenang, kerja sama tukar-menukar informasi intelijen, deradikalisasi dan peningkatan kapasitas aparat terkait.
Pertemuan ASEAN-UE SOM yang berlangsung selama dua hari, 5-6 Juli, dipimpin bersama UE dan Thailand selaku Country Coordinator kerja sama kemitraan ASEAN-UE (2015-2018), dihadiri seluruh perwakilan dari negara anggota ASEAN dan Sekretariat ASEAN.
Kerja sama ASEAN-UE dimulai sejak tahun 1972. UE secara resmi menjadi mitra wicara (dialogue partner) ASEAN pada tahun 1977. Pada 2017, ASEAN dan UE memperingati kerja sama kemitraan mereka yang mencapai usia 40 tahun, di samping merayakan pula 50 tahun ASEAN dan 60 tahun UE (Treaty of Rome). (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement