Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bos KPPU Tegaskan Komitmen Jaga Stabilitas Harga Pangan

Bos KPPU Tegaskan Komitmen Jaga Stabilitas Harga Pangan Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Muhammad Syarkawi Rauf, menegaskan komitmen menjaga stabilitas harga pangan sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Dalam merealisasikan hal tersebut, KPPU bekerjasama dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan yang tergabung dalam Satuan Tugas Pangan (Satgas) yang dipimpin Polri.

Satgas Pangan, Syarkawi menyatakan terus dilanjutkan setelah menuai hasil memuaskan pada pengendalian harga bahan pokok saat Ramadan dan Idul Fitri 2017. Saat ini, pihaknya berfokus pada pengendalian harga beras yang memiliki disparitas harga yang amat tinggi antara produsen dan konsumen. Pengendalian harga beras direalisasikan dengan melakukan pengawasan ketat, termasuk menggelar inspeksi mendadak.
Teranyar, KPPU dan Satgas Pangan menggelar sidak di Karawang. Dikatakan Syarkawi?sidak tersebut merupakan bagian dari upaya menghindarkan eksploitasi konsumen oleh kekuatan pasar yang menguasai jejaring distribusi beras di Indonesia. "KPPU dan Satgas Pangan yang dipimpin Polri berkomitmen penuh mengawal amanah Presiden Joko Widodo untuk menjaga stabilitas harga pangan" kata Syarkawi, dalam siaran persnya kepada Warta Ekonomi, belum lama ini.?
Terkait industri beras, KPPU telah melakukan melakukan pemetaan jejaring distribusi dan pemetaan titik simpul distribusi. Diakuinya terdapat potensi persaingan usaha tidak sehat. Lembaga anti-persaingan usaha tersebut telah mengidentifikasi pelaku-pelaku usaha yang menjadi penguasa distribusi beras di Tanah Air.
Struktur industri beras, menurut Syarkawi cenderung kompetitif di tingkat petani dan pengecer. Sayangnya, terjadi kecenderungan oligopoli di pusat-pusat distribusi alias middle man (pedagang perantara). Pemerintah disebutnya telah berupaya melindungi petani dengan penetapan harga dasar pembelian gabah dan harga eceran tertinggi beras. Tetapi di hilir kembali mengacu pada mekanisme pasar sehingga penguasa jejaring distribusi leluasa mengeksploitasi konsumen melalui kenaikan harga.?
Disparitas harga memberikan gambaran tersebut. Berdasarkan data KPPU, harga dasar gabah petani untuk kering panen sekitar Rp3.700 per kilogram dan gabah kering giling berkisar Rp4.600 per kilogram. Harga pembelian beras petani ditetapkan Rp7.300 per kilogram. Sementara harga pasar riil saat ini menembus Rp10.500 per kilogram.
Menurut Syarkawi, biaya produksi petani diperkirakan Rp3.150 per kilogram. Dengan perkiraan produksi gabah 79,6 juta ton atau setara 46,5 juta ton beras, disebutnya keuntungan yang diperoleh petani per tahunnya sekitar Rp65,7 triliun. Itu tidak sebanding dengan keuntungan pedagang perantara yang bisa menembus Rp186 triliun.
?Tingginya disparitas harga menjadi masalah karena ada pedagang perantara yang mendapat keuntungan lebih besar dan membuat harga beras di tingkat pengecer juga tinggi. Ironisnya petani justru tidak dapat memperoleh peningkatan kesejahteraan? tegas alumnus Universitas Hasanuddin tersebut.
Syarkawi mengatakan untuk mengatasi problema tersebut pihaknya sedang berusaha mengurangi margin keuntungan pedagang perantara. Caranya dengan memangkas rantai pasok. Idealnya harga pembelian beras di tingkat petani berkisar Rp7.500 hingga Rp8.000 per kilogram. Lalu, didukungnya penetapan harga eceran tertinggi beras di tingkat konsumen pada kisaran Rp9.000 per kilogram.
"Kebijakan penetapan harga acuan pembelian dan penjualan beras di hulu dan hilir ini dapat dijadikan mekanisne kontrol pemerintah untuk mengurangi disparitas harga di sisi petani, pelaku usaha dalam jejaring distribusi beras, dan konsumen" jelasnya.
"Harapan Presiden Joko Widodo adalah semua bisa tersenyum mulai dari petani, pedagang perantara hingga ke konsumen akhir," tutup Syarkawi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: