PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sepanjang semester I/2017 mencatat laba bersih sebesar Rp2,3 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya mencapai Rp7,9 triliun.
Direktur Keuangan PLN, Sarwono Sudarto mengungkapkan bahwa penurunan laba tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal yang bersifat insidental, yaitu meningkatnya beban lain-lain di luar operasi yang bersumber dari beban tahun 2013 sebesar Rp3,1 triliun, serta berkurangnya pendapatan selisih kurs Rp2,1 triliun.
Pada periode yang sama, PLN juga mencatat peningkatan penjualan listrik sebesar 13,22% menjadi Rp118,5 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu Rp104,7 triliun. Pertumbuhan penjualan ini berasal dari kenaikan volume penjualan menjadi 108,4 Terra Watt hour (TWh), atau naik 1,17% dibanding dengan periode yang sama tahun lalu.
"Peningkatan penjualan tersebut sejalan dengan keberhasilan PLN selama semester pertama tahun 2017 menambah kapasitas pembangkit sebesar 1.663 MW yang berasal dari Pembangkit PLN sebesar 463 MW dan tambahan kapasitas dari Independent Power Producer (IPP) sebesar 1.199 MW, serta menyelesaikan 1.489 kilometer sirkuit (kms) jaringan transmisi dan Gardu Induk sebesar 5.750 MVA," kata Sarwono di Jakarta, Jumat (28/7/2017).
Peningkatan konsumsi kWh ini juga didukung dari adanya kenaikan jumlah pelanggan, dimana sampai dengan akhir semester I-2017 telah mencapai 65,9 juta, atau bertambah 1,6 juta pelanggan dari akhir tahun lalu sebesar 64,3 juta pelanggan. Kenaikan konsumsi kWh tersebut didominasi oleh konsumsi listrik di golongan tarif industri.
Sarwono menambahkan bahwa bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional, yaitu dari 91,16% pada 31 Desember 2016 menjadi 92,79% pada 30 Juni 2017.
Meskipun pada paruh pertama 2017 ini beberapa kondisi makro mempengaruhi penyesuaian tarif tenaga listrik, yaitu kurs dolar AS, Indonesia Crude Price (ICP) dan Inflasi mengalami kenaikan dibanding dengan acuan APBN, namun demi mendukung kepentingan masyarakat serta untuk menjaga agar sektor bisnis dan industri tetap kompetitif, PLN memutuskan tidak menaikkan tarif. PLN melakukan efisiensi pada beberapa elemen biaya operasi yang berada dalam kendali perusahaan, untuk menutup kekurangan marjin usaha tersebut.
Seiring dengan meningkatnya produksi listrik, beban usaha perusahaan naik sebesar Rp9,2 triliun atau 7,65% menjadi Rp128,9 triliun, dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp119,7 triliun. Beban usaha yang mengalami kenaikan terbesar adalah beban pembelian tenaga listrik yang mengalami kenaikan Rp6,7 triliun (24%) dibanding periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp34,6 triliun. Selain itu, beban bahan bakar juga meningkat Rp3,2 triliun dari Rp52 triliun pada Juni 2016 menjadi Rp55,3 triliun pada Juni 2017.
Penyebab utama kenaikan beban pembelian tenaga listrik dan beban bahan bakar ini ialah naiknya harga rata-rata Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 35,22% yang mendorong kenaikan harga BBM, dan naiknya rata-rata Harga Batubara Acuan (HBA) sebesar 58,61% yang mendorong kenaikan harga batu bara.
Earning Before Interest, Tax, Depreciation & Amortisation (EBITDA) pada semester I/2017 sebesar Rp32,82 triliun, naik Rp2,3 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp30,42 triliun. Hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan PLN dalam berinvestasi dengan dana internal dan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi
Advertisement