Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemen LHK Diminta Atasi Masalah Taman Nasional Tesso Nilo

Kemen LHK Diminta Atasi Masalah Taman Nasional Tesso Nilo Petugas pemadam kebakaran dibantu Masyarakat Peduli Api (MPA) berusha memadamkan api di dekat perkebunan sawit ketika terjadi kebakaran lahan di Pekanbaru, Riau, Senin (31/7). Kebakaran lahan yang menghanguskan sedikitnya tujuh hektar lahan perkebunan ini diduga disengaja untuk perluasan perkebunan. | Kredit Foto: Antara/Rony Muharrman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah harus bertanggung jawab penuh atas carut marut pengelolaan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Pasalnya, secara hukum kewenangan TNTN berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut?Pertanian Bogor (IPB) Yanto Santosa mengatakan bentuk tanggung jawab Kemen-LHK terkait kebakaran taman nasional secara hukum seharusnya sama dengan tanggung jawab korporasi yang konsesinya terbakar. Jika, KLHK menolak tanggung jawab maka menjadi pertanyaan besar mengenai kemampuan dan kualitas pengawasan pemerintah.

"Kalaupun di dalam kawasan Tesso Nilo ada orang atau kelompok yang membakar dan merambah, itu masalah pelanggaran karena lemahnya pengawasan. Secara hukum, tanggung jawab atas kegagalan pengelolaan Tesso Nilo melekat pada KLHK," katanya di Jakarta, belum lama ini.

Karena itu, kata Yanto, pihak-pihak yang dirugikan seperti masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan Tesso Nilo dan terkena asap atau tanahnya dirambah bisa menggugat pemerintah. Yanto menambahkan bahwa dalam konteks pengelolaan taman nasional, KLHK mempunyai program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Program itu berasal dari pemerintah pusat yang pengelolaannya diserahkan pada Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo.

"Sangat mungkin menggugat pemerintah secara perdata atau pidana. Kawasan taman nasional merupakan tanggung jawab pemerintah," kata dia.

Yanto mengungkapkan kegagalan pengelolaan Tesso Nilo juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai kualitas dan keahlian mitra kolaboratif pemerintah yakni kelompok-kelompok lingkungan seperti WWF, Eyes on Forest, Jikalahari, dan lainnya. Kehadiran LSM untuk membantu perbaikan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan pastinya atas persetujuan dan di bawah koordinasi pemerintah.

"Perlu ada evaluasi tugas dan kewenangan kelompok tersebut di sana. Cari tahu, apa saja yang mereka telah kerjakan untuk perbaikan lingkungan dan masyarakat serta hasilnya seperti apa. Kalau kinerja tidak memberi kontribusi apa-apa, buat apa mereka ada di sana," kata Yanto.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: