Warta Ekonomi, Purwakarta -
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin menilai isu SARA yang ditargetkan pada Ketua DPD Golkar Dedi Mulyadi, calon gubernur dari Partai Golkar terlalu politis.?
Ia menilai, seharusnya kritikan atau koreksi yang dibangun oleh para ulama harusnya bersifat konstruktif dan dilakukan dengan etika yang baik tanpa menjelekan subjek yang dilontari kritikan itu.?
?Kritikan ulama itu harus membangun dan tidak menjelekan,? ujar Ujang saat dihubungi pada Jumat (11/8/201).?
Belum lama ini, sejumlah ulama mengaku tergabung dalam GEMA (Gerakan Ulama) Jawa Barat meminta kepada DPP Partai Golkar agar menarik kembali rekomendasi yang telah diberikan kepada Dedi Mulyadi untuk bertarung dalam Pilkada Jawa Barat sebagai calon Gubernur dan menggantinya dengan rekomendasi untuk kader Golkar yang lain.?
Atas dasar ini, Ujang menilai bahwa langkah ulama tersebut sebagai bagian dari serangan terbuka kepada Dedi Mulyadi.?
?Tapi perlu diketahui, serangan terbuka semacam ini dalam politik merupakan hal yang wajar. Apalagi Dedi Mulyadi merupakan Calon Gubernur yang sangat potensial,? ujarnya.?
Direktur Eksekutif Indonesia Politikan Review ini juga mengatakan bahwa kasus lama akan dibuka kembali untuk digunakan sebagai serangan yang dianggap akan melumpuhkan kekuatan politik lawan. Cara ini senada dengan upaya ulama tersebut yang membuka kembali isu yang berbau SARA
?Soal patung, soal pewayangan, itu isu lama yang dibuka kembali,? katanya.?
Tudingan berbau SARA pada Dedi kata Ujang, aeharusnya berakhir jika merujuk pada Surat Polda Jabar Nomor B/278/IV/2016 Ditreskrimum terkait Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyidikan Perkara (SP2HP) tertanggal 14 April 2016. Surat itu ditujukan pada pelapor bernama Syahid Kalja alias Muhammad Syahid Joban dan terlapor Dedi Mulyadi. ?
Surat itu menyebutkan kasus penistaan agama yang dituduhkan pada Dedi dinyatakan tidak dapat dilanjutkan karena tidak cukup bukti dan tidak memenuhi unsur dalam pasal penistaan agama yang dituduhkan.
"Jika tudingan penistaan agama pada Dedi tidak dilanjutkan polisi karena alasan-alasan yuridis, maka jika isu itu dibuka lagi aroma politiknya sangat terasa," ujar dia.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Angga Nugraha
Editor: Vicky Fadil
Advertisement