Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pasca Krisis, Pertumbuhan Ekonomi Global Berjalan Lebih Lambat

Pasca Krisis, Pertumbuhan Ekonomi Global Berjalan Lebih Lambat Gubernur BI Agus Martowardojo dalam acara CFP Bulletin of Monetary Economics and Banking yang bertajuk Synergy on the VUCA World, Maintaining the Resilience Momentum of Economic Growth di Gedung BI, Jakarta, Kamis (24/8/2017). | Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) menilai pertumbuhan ekonomi global tetap berjalan lambat setelah terjadinya krisis keuangan global (Global Financial Crisis/GFC) pada 2008/2009. Walau demikian, upaya global untuk menghadapi krisis dan restrukturisasi ekonomi di negara-negara besar secara bertahap telah melakukan pemulihan ekonomi global.

"Kami telah menyaksikan transformasi krisis subprime mortgage di AS terhadap krisis keuangan global yang sangat mempengaruhi kinerja AS dan ekonomi Uni Eropa dan berkontribusi pada perlambatan ekonomi di beberapa negara berkembang utama, termasuk China," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo dalam acara CFP Bulletin of Monetary Economics and Banking?yang bertajuk Synergy on the VUCA World, Maintaining the Resilience Momentum of Economic Growth?di Gedung BI, Jakarta, Kamis (24/8/2017).

Dikatakannya, proyeksi IMF terakhir menyebutkan ekonomi global diperkirakan tumbuh sebesar 3,5 persen pada 2017 dan 3,6 persen pada tahun 2018, lebih tinggi dari tahun 2016 yang mencapai 3,2 persen.

"Meskipun para pembuat kebijakan telah berjuang untuk sepenuhnya pulih dari krisis, pertumbuhan ekonomi global tetap lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan 4,8 persen pada 2004-2007, sebuah periode sebelum turunnya GFC," ucapnya.

Dengan kondisi tersebut, Agus menilai bahwa saat ini ekonomi dunia telah memasuki fase ekonomi baru. Dalam fase itu, prospek pertumbuhan yang moderat menyiratkan tidak hanya melemahnya permintaan eksternal dan kegiatan investasi pasca GFC, namun juga meningkatnya risiko perkembangan di pasar keuangan global.

"Faktor-faktor tersebut menyebabkan lebih banyak volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas dalam ekonomi global, yang dikenal sebagai akronim yang disebut VUCA (volatile, uncertain, complex, and ambiguous)," kata Agus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: