Wrangler mencoba untuk menghidupkan kembali kejayaan fashion tahun 70-an dengan menghadirkan koleksi bergaya original retro. Hal ini bertepatan dengan peringatan 70 tahun Wrangler yang menjadikannya sebagai brand fashion legendaris.
Dalam menghidupkan gaya retro, Wrangler berani bermain dengan sentuhan warna-warna cerah. Wrangler menciptakan potongan reguler pas di badan untuk laki-laki, potongan siluet retro untuk perempuan, serta celana flare dan celana pendek berkancing. Wrangler juga meluncurkan kembali logo dengan huruf kabel serta t-shirt dengan desain pelangi penuh warna.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (9/9/2017), Wrangler mengatakan romantisisme atau bernostalgia ke era 70-an merupakan suatu hal yang menyenangkan.?Wrangler mengatakan pihaknya senantiasa menghidupkan kembali suatu mode yang sedang tren di suatu zaman.
"Wrangler kerap dikenal dan semakin dipercaya untuk menjadi inspirasi, berkembang secara konstan, dan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan setiap pencinta fashion," kata General?Manager Marketing Communications Delamibrands?Johannes Lambertus Paat dalam keterangan tersebut.
Gaya berpakaian retro memang sempat populer di Jakarta sekitar 10 tahun lalu. Digawangi oleh?band-band?jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), anak-anak muda di Jakarta mulai berpakaian dengan dominasi warna-warni cerah. Sebut saja band-band seperti Naif,?Club Eighties, dan?The Upstairs yang menjadi kiblat bagi anak-anak muda di Jakarta untuk berpakaian?dengan nuansa retro tersebut.
Berbarengan dengan tren retro, kala itu juga muncul band-band yang membawakan nuansa vintage seperti White Shoes and The Couples Company, Sore, dan Mocca. Merujuk pada tren fashion, vintage lebih mengarah pada gaya fashion era tahun 20-an sampai 60-an yang erat dengan busana feminim dan penggunaan warna soft. Adapun, retro lebih mengarah pada era 70-an sampai 90-an yang dominan dengan tren?glamour?serta berani menunjukkan warna dan mode.
Vokalis band The Upstairs?Jimi Multhazam mengatakan tren vintage dan retro yang dihidupkan oleh anak-anak IKJ bermula dari kesadaran kolektif untuk?melawan tren yang ada di Jakarta saat itu. Kala?itu banyak sekali anak muda di ibukota yang?berlomba-lomba untuk menjadi paling modern, sedangkan anak-anak IKJ justru memilih untuk tampil dengan mengangkat gaya lama.
"Tidak ada niatan untuk mengejar konsep retro, karena kalau ke sana agak mahal, butuh modal. Jadi misinya sederhana, untuk melampaui tren yang ada dengan mengangkat?gaya lama, yang siapa tahu bisa menjadi hal baru," sebutnya.
Fashion show massal ala retro di scene-scene musik indie seperti?pentas seni (pensi) memang sudah mulai memudar di Jakarta pada tahun 2017. Saat ini sudah jarang terlihat ratusan hingga ribuan anak muda berkumpul berbarengan dengan pakaian polkadot dan celana warna-warni di Plaza Barat Senayan. Meski demikian, bukan berarti tren retro mati sama sekali. Kehadiran Wrangler dengan kampanye?70th Wrangler?juga menjadi nafas baru bagi gaya berbusana retro.
Menghidupkan Romantisisme
Wrangler tidak seorang diri dalam mengembalikan tren berbusana retro. Perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 1947 ini berkolaborasi dengan beberapa co-creator?yang diharapkan mampu memberikan influence kepada anak-anak muda. Beberapa co-creator yang digandeng seperti Ajeng Svastiari (fashion stylist), Ade Habibie (artist), Heret Frashio (professional photographer), dan Darahkubiru (denim enthusiast community).
Keempat co-creator tersebut menampilkan karya seni bernuansa retro di bidang masing-masing. Garis merah di antara empat karya seni tersebut adalah kerinduan akan kejayaan masa lalu serta upaya untuk menghidupkan hal tersebut.
Ajeng Svastiari menghadirkan karya seni bertajuk freedom of dreaming?tentang era?70-an yang mengingatkan pada masa kejayaan tentang kebebasan dalam segala hal, dalam hal berbicara dan bersyair. Ade Habibie dengan karya seni psychedelic hippie?rindu pada suatu era di mana karya-karya yang terlahir di masa tersebut sangat tidak terarah dan dan tidak beraturan. Suatu masa di mana ketidakpastian menjadi sebuah tren.
"We just let loose whatever the wind blows," ujarnya.
Heret Frashio lewat karya psychedelic photography mencoba untuk menghadirkan nuansa grup band 70s Pink Floyd lewat photography dan motorcycle. Sementara itu, Darahkubiru?lewat peace for people jacket?membangun sebuah karya seni yang terinspirasi dari budaya Hippie di tahun 70-an.
"Karya seni yang kami hasilkan memiliki latar belakang hippie, kedamaian, dan kasih sayang," paparnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement