Kontroversi Rating pada Laporan Hasil Audit Intern
Oleh: Diaz Priantara, Profesional dalam bidang Assurance, Accounting, Tax, GRC, Anti Fraud Practitioners
Pada tulisan kali ini saya tergelitik dengan artikel dari Richard Chambers, President dan CEO IIA yang menyoal rating di laporan audit. Ada empat sisi negatif pemberian rating pada laporan audit yaitu
1. rating menimbulkan friksi bahkan dispute antara auditor intern yang memberikan rating dengan?pemimpin unit kerja dan jajarannya yang diaudit dan diberikan rating;
2. rating menyebabkan penyelesaian audit intern menjadi lebih lama karena perlu pembahasan dan penyelesaian yang timbul dari beda persepsi atas rating yang disematkan;
3. rating dapat mengurangi bahkan menghilangkan arti penting dari suatu hasil observasi (temuan) auditor intern;
4. pemimpin unit kerja dan jajarannya cenderung menghindari terbuka dengan auditor intern baik dalam memberikan data dan informasi ataupun dalam kerja sama selama pelaksanaan audit intern guna menghindari nilai rating yang buruk.
Saya sudah sejak lama ingin menulis topik ini karena dari berbagai pelatihan yang saya sampaikan atau di perkuliahan mahasiswa saya di kampus, mayoritas aktivitas audit intern menghasilkan rating pada laporan auditnya. Auditor intern menjadi terbelenggu dengan rating. Oleh karena itu, saya sependapat dengan Chambers agar bijak dalam memahami dan menggunakan rating.
Rating adalah salah satu dan bukan satu-satunya cara pemberian opini atau kesimpulan hasil audit oleh auditor intern, khususnya pada perikatan assurance atas kepatuhan dan pengendalian intern. Ada berbagai skala rating mulai dari poor (buruk) sampai dengan satisfactory (memuaskan). Barangkali rating ini adalah upaya meniru opini yang diberikan akuntan publik (auditor independen) yang melakukan assurance atas laporan keuangan.
Bagi akuntan publik terdapat opini adverse, disclaimer, qualified, unqualified. Bagi pimpinan unit kerja dan jajarannya yang diaudit, hasil rating menjadi potret atas kemampuan dan keseriusannya pada kepatuhan dan pengendalian intern. Pada entitas tertentu bahkan hasil rating mempengaruhi bonus atau imbalan lain yang akan diterimanya.
Tentu saja hal ini menimbulkan perilaku berbeda-beda. Bagi mereka yang bersikap positif akan secara kontinyu dan konsisten memperhatikan kepatuhan dan pengendalian intern, di samping memburu target KPI lainnya.
Tetapi bagi mereka yang bersikap negatif, tentu akan kebalikannya dengan melakukan akrobat politik berupa menghindari, mempersempit, mengaburkan dan memperkecil informasi yang sepatutnya diketahui auditor intern serta melakukan bantahan dan argumen keras terhadap hasil observasi auditor intern.
Hal ini adalah naluri manusia untuk menghindari sanksi atas rating buruk yang diterima atau mengejar pujian bila mendapat rating bagus. Sebenarnya maksud pemberian rating adalah agar menjadi cermin dan evaluasi?pemimpin unit kerja dan jajarannya untuk memperbaiki kepatuhan, pengendalian intern dan operasionalnya. Untuk direksi dan dewan komisaris, kebijakan rating adalah untuk mendorong budaya sadar risiko dan kontrol di semua lini organisasi.
Sebenarnya tidak mudah bagi auditor intern memberikan rating karena tidak mungkin rating tanpa subjektivitas. Walaupun metodologi menghitung rating dapat dilakukan secara kuantitatif namun tidak ada yang absolut dan presisi. Dalam audit manapun ada unsur pertimbangan auditor, misalnya dalam menilai risiko audit, risiko operasional di unit kerja yang diaudit, risiko sampling, atau ketika menganalisis informasi dan menilai keterkaitan dalam proses bisnis dan sistem.
Bagaimana jika auditor intern yang tidak membangun metodologi kuantitatif untuk memberikan rating? Tentu saja semakin sulit bagi auditor intern mempertahankan pemberian ratingnya dan pasti terdapat ketidakkonsistenan atau perbedaan tafsiran antar-auditor bagaimana memberikan suatu rating.
Bagaimana menghubungkan rating setiap temuan menjadi rating secara agregatif? Bagaimana cara memberikan rating pada setiap temuan? Ingat, rating adalah proses pada saat pelaksanaan audit dan komunikasi audit. Untuk dapat memberikan atau menarik kesimpulan rating secara agregatif semestinya auditor dibekali kemampuan untuk dapat menentukan sampel, unit-unit atau lokasi teraudit, proses yang diaudit, ruang lingkup, dan prosedur audit yang tepat!
Menurut saya, pemberian rating masih relevan jika sudut pandang audit intern masih dianggap sebagai pemeriksaan kepatuhan dan pengendalian intern?atau pemeriksaan operasional sederhana. Namun dengan tuntutan yang semakin menantang kepada auditor intern, saya memandang dan berkeyakinan audit intern?modern saat ini adalah sebagai suatu seni dan proses yang menyerupai riset bisnis, membutuhkan kecerdasan dan keilmuan daripada sekedar pengetahuan standar prosedur dan teknik-teknik pengujian audit yang klasik.
Buat saya, rating tidak terlalu penting walaupun saya setuju memanfaatkan rating atau pewarnaan untuk menunjukkan signifikansi kelemahan yang perlu dilakukan perbaikan oleh pimpinan unit kerja dan jajarannya. Buat saya, tantangan terberat buat auditor intern adalah apakah mampu memberikan gagasan (rekomendasi) perbaikan yang fundamental, substansial dan sistemik; mudah dipahami dan diterima oleh pembuat dan pelaksana kebijakan. Oleh karena itu, pada laporan audit intern yang harus dikedepankan adalah bukan sekedar rating dan warna atas kelemahan yang ada tetapi
- Gagasan (rekomendasi) perbaikan yang fundamental, substansial dan sistemik yang dapat membantu manajemen mencapai tujuan/target organisasi atau mengingatkan risiko yang sedang dan yang akan timbul. Rekomendasi ini seharusnya mengubah kebiasaan atau pola pikir, perilaku dan budaya unit kerja; mengubah model/konsep bisnis dan sistem serta governance (jika perlu); mengakselerasi (katalis) optimalisasi potensi bisnis dan perbaikan kelemahan struktural.
- Gagasan?tersebut memberikan manfaat kepada yang diaudit dan pembuat kebijakan. Ini berarti gagasan?tersebut harus disesuaikan dengan pola pikir, kematangan, dan kebutuhan mereka. Jika manfaat suatu rekomendasi sehingga dapat diterima dengan mudah oleh pembuat dan pelaksana kebijakan adalah dipersepsikan dari sudut pandang bisnis, tentunya laporan audit menyesuaikan dengan hal tersebut.
- Karena gagasan harus berisikan perbaikan yang fundamental, substansial, dan sistemik tentunya laporan auditor intern lebih banyak bermuatan insight dan advisory yang dapat me-leverage atau memberi terobosan untuk kinerja suatu unit kerja daripada sekedar memberi rating atau warna atas kelemahan yang ada.
Ini berarti masih banyak tugas berat audit intern baik membangun atau memperbaiki metodologi kuantitatif untuk pemberian rating atau warna atas kelemahan yang dijumpai saat audit, memperbaiki pola pikir dan kemampuan auditor, pendekatan dan teknik audit intern, metode dan format komunikasi auditnya yang sesuai dengan kekinian yaitu sebagai partner strategis dan dipandang sebagai trusted advisor.
Pemberian rating atau warna menurut hemat saya hanya cocok pada pemeriksaan kepatuhan, pengendalian intern, dan pemeriksaan operasional sederhana dengan sasaran unit kerja spesifik.
Untuk audit terhadap risiko dan inisiatif strategik, audit kinerja dan end-to-end, serta audit yang mengevaluasi persoalan secara entity-wide yang lebih membutuhkan gagasan pola pikir, pengetahuan dan keilmuan, maka menurut keyakinan saya, format rating dan warna tidak relevan.
Termasuk apakah masih relevan bila menggunakan format kaku kriteria, sebab, akibat? Adalah lebih relevan, eye catching dan lebih fokus buat pengambil keputusan atas hasil audit bila penyajiannya dalam bentuk bebas (advisory/consulting format) dan simpel di mana aspek kriteria, sebab, dan akibat disajikan secara bercampur (blended) dan mengalir (liquid) karena yang dibutuhkan adalah gagasan ini diterima dengan mudah (senang dan suka rela) dan diimplementasikan.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Sebagai suatu wacana, saya menantikan dialog dan pendapat dari para pembaca.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement