Pengamat energi Mamit Setiawan menilai bahan bakar minyak jenis Premium masih dibutuhkan khususnya oleh rakyat miskin untuk mendorong ekonominya.
"Terlepas dari sisi kualitas dan lingkungan, saat ini Premium masih dibutuhkan untuk menjangkau masyarakat yang betul-betul miskin, sehingga bisa menggerakkan ekonominya. Jadi, Premium sebaiknya tetap ada hingga ekonomi rakyat miskin meningkat nantinya," ujarnya di Jakarta, Jumat (24/11/2017).
Menurut dia, rencana penghapusan Premium mesti dilakukan secara bertahap mengikuti tingkat kesejahteraan masyarakat miskin.
Direktur Energy Watch itu mengatakan sudah menjadi tugas pemerintah untuk menjamin ketersediaan energi termasuk BBM bagi masyarakat di penjuru Nusantara dengan harga yang terjangkau.
Alasan keterjangkauan harga dan ketersediaan menjadikan Premium yang merupakan bensin dengan angka oktan (RON) 88 saat ini masih menjadi primadona masyarakat miskin.
Mamit memberi contoh, banyak nelayan yang menggunakan Premium dan Solar.
"Juga para buruh yang kesehariannya banyak menggunakan Premium untuk sepeda motornya. Selain itu, transportasi umum juga masih banyak yang menggunakan Premium dan Solar sebagai bahan bakar," lanjutnya.
Mamit mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2017 yang mencatat 27,77 juta jiwa atau 10,64 persen masyarakat Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan per kapita di bawah Rp385.000 per bulan.
Lalu, sebanyak 17,1 juta di antaranya adalah masyarakat perdesaan yang sebagian besar menghuni daerah-daerah yang sulit dijangkau.
"Mereka-mereka itu masih perlu Premium yang harganya terjangkau," katanya.
Oleh karenanya, ia memberikan dukungan atas program BBM Satu Harga, sebuah kebijakan prorakyat yang dicanangkan Presiden Joko Widodo untuk menyediakan BBM dengan sama hingga di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
"Sudah seharusnya semua masyarakat bisa menikmati harga Premium sebesar Rp6.450 per liter dan Solar Rp5.150 per liter," ujarnya.
Mamit menambahkan konsumen masih memakai Premium juga dikarenakan perbedaan harga dengan Pertamax lumayan jauh.
"Jika ada kualitas BBM yang lebih baik dengan harga terjangkau, masyarakat pasti akan membelinya," katanya.
Selanjutnya, dari sisi teknis, premium juga masih diproduksi sebagian besar kilang milik PT Pertamina (Persero).
"Wajar bila Premium masih diproduksi dalam jumlah besar karena spesifikasi kilang kita itu memang untuk menghasilkan premium," kata Mamit.
Tercatat, lanjutnya, Premium diproduksi di Kilang Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Sorong. Khusus Kilang Sorong, hanya memproduksi Premium.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement