Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berantas Iklan 'Hoax', Kemenkes Gandeng 7 Lembaga

Berantas Iklan 'Hoax', Kemenkes Gandeng 7 Lembaga Kredit Foto: Antara/Aji Styawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Kesehatan menggandeng tujuh kementerian dan lembaga sebagai tindak lanjut dalam memerangi publikasi iklan dan promosi produk kesehatan yang menyesatkan masyarakat.?

Sekjen Kemenkes Untung Suseno mengatakan, iklan dan publikasi kesehatan yang menyesatkan adalah hoax karena memberikan informasi keliru dan berita bohong.

"Oleh karenanya, iklan kesehatan sebagaimana hoax kesehatan lain harus diawasi, ditindak, diperangi, dan tidak boleh dibiarkan," kata Untung pada penandatanganan MoU pengawasan iklan dan publikasi bidang kesehatan di gedung Kemenkes, Jakarta, Selasa (19/12/2017).

MoU ditandatangani oleh sejumlah pihak. Selain Untung, juga oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Komenterian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Syahrul Mamma, Sekretaris Utama BPOM Reri Indriani, Ketua Lembaga Sensor Film Ahmad Yani Basuki, Kepala Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Maruli Matondang, Ketua Presidium Dewan Periklanan Indonesia Sancoyo Antarikso, dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

Aneka ragam penayangan iklan dan publikasi kesehatan, lanjut Untung, sangat mudah ditemukan, baik di media cetak, elektronik, dan media digital. Di televisi, misalnya, sering ditemukan berbagai iklan pengobatan tradisional dan alternatif, talkshow kesehatan, obat, perbekalan kesehatan dan rumah tangga (PKRT) hingga produk yang mengklaim bermanfaat kesehatan.

"Iklan hoax dapat dicirikan di antaranya disampaikan secara berlebihan dan bersifat superlatif. Kemudian ada testimoni pengguna atau klien dan hadirnya dokter yang tertindak sebagai endorser. Biasanya pengiklan mengklaim proses pengobatan atau produk obat yang dijual bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Padahal, proses penyembuhan tergantung kondisi tubuh dan penyakit yang diderita," paparnya.

Iklan hoax biasanya memberi kesan ilmiah melalui gambar, video, dan grafis berupa anatomi tubuh dan penyakit. Iklan ini memanipulasi keawaman penonton dengan sengaja menimbulkan kekhawatiran pada penyakit tertentu.

Untung menekankan, iklan dan publikasi kesehatan tersebut tidak saja melanggar peraturan perundang-undangan dan etika pariwara, konsumen yang percaya akan tersesat dan bisa mendapatkan dampak buruk yang tak diinginkan. Alih-alih mendapatkan manfaat, konsumen malah tersesat dengan informasi keliru dan mendapatkan kerugian materi dan nonmateri.

"Bahkan, jika awalnya konsumen berniat mencari pengobatan, sebaliknya yang diperoleh penyakit semakin parah karena tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan sebagaimana mestinya," jelas Untung.

Selama 2017 ini, Kemenkes telah melayangkan 7 surat permohonan penghentian iklan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) terkait iklan pengobatan tradisional Jeng Ana, Givana, Eyang Gentar, Mega 6 Far, Herbal Putih, Jeido Power Mat, Iklan Pengobatan Tradisional Chuan Shan Yao Bioin, dan Iklan Klinik Zona Terapi.

Selain itu, kata Untung, pengawasan iklan dan publikasi kesehatan tidak cukup hanya tingkat hilir, melainkan bersama-sama pada tingkat hulu. Itulah mengapa para pemangku kepentingan dalam nota kesepahaman ini mewakili tingkat hulu dan hilir dari iklan dan publikasi kesehatan.

Edukasi dan partipasi publik juga menyokong besar pada keberhasilan pengawasan iklan dan publikasi kesehatan ini. Hal ini yang mendorong dilaksanakan sosialisasi pengawasan iklan/publikasi bidang kesehatan setelah penandatangan nota kesepahaman.

"Kita sama-sama berharap, maju bersama dalam pemahaman yang sama tentang iklan dan publikasi kesehatan demi melindungi masyarakat dalam pelayanan kesehatan," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Advertisement

Bagikan Artikel: