Sejak 2009, pemerintah melarang ekspor mineral mentah. Dampaknya, perusahaan-perusahaan pertambangan tersentak kinerja keuangannya, termasuk perusahaan BUMN yaitu Aneka Tambang. Namun, pantang mundur menyukseskan pembangunan smelter tersebut.
Pemerintah telah memutuskan aturan kepada perusahaan tambang untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian biji mentah atau smelter sejak 2009 silam. Hampir satu windu, aturan tersebut dibuat, pembangunan smelter masih belum maksimal. Berbagai masalah mulai dari studi kelayakan, pencarian partner hingga mahalnya investasi, menjadi kendala perusahaan tambang membangun smelter tersebut.
“Untuk masuk ke hilirisasi sendiri, kan, memerlukan waktu dan proses. Katakanlah dari pembangunannya masih ada proses feasibilisasi, pencarian partner, dan sebagainya. Itu memakan waktu yang tidak cepat,” kata CEO Antam, Arie Prabowo Ariotedjo, Jumat (8/9/2017). Sebagai perusahaan pertambangan, Antam juga diharuskan untuk membangun smelter yang dapat memurnikan hasil produksinya, seperti bijih nikel dan bauksit.
Dalam rencana perusahaan, Antam menyatakan komitmennya untuk membangun smelter. Terdapat dua pembangunan smelter yang saat ini menjadi proyek Antam. Pertama, pabrik pengolahan bijih nikel menjadi feronikel yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara. Pabrik yang diperkirakan senilai Rp3,5 triliun tersebut berkapasitas 13.500 TNi per tahun.
Untuk membangun smelter tersebut, Antam menggandeng PT Bukit Asam Persero Tbk sebagai pemasok listrik sebesar 80 Mega Watt. Antam juga menggandeng PT Wijaya Karya Persero Tbk dan Kawasai Heavy Industries untuk membangun konstruksinya. Saat ini, smelter tersebut masih dalam tahap konstruksi. Pabrik tersebut dapat mulai beroperasi pada 2018.
Smelter kedua, Antam juga sedang merencanakan pembangunan smelter di Mempawah, Kalimantan Barat. Pabrik tersebut dapat mengolah bauksit menjadi smelter grade alumina (SGA). Pabrik tersebut memiliki kapasitas 1 juta ton SGA. Antam bekerja sama dengan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Persero dalam pendanaan pabrik pengolahan yang diperkirakan mulai beroperasi pada 2019.
Arie menceritakan saat aturan pelarangan ekspor mineral mentah diberlakukan, Antam mengalami kerugian besar karena tidak dapat mengirimkan produksinya ke pasar-pasar luar negeri. “Saat ada pelarangan ekspor ore, Antam langsung drop-nya drastis dan kinerja mencatatkan kerugian besar,” kata Arie. Saat 2014, kerugian Antam tercatat mencapai Rp775,28 miliar yang salah satunya disebabkan pelarangan ekspor mineral mentah.
Berkaca dari kondisi tersebut, Arie menjelaskan pengerjaan smelter tersebut menjadi salah satu fokus perseroan di masa kepemimpinannya. Selain mendorong hilirisasi mineral mentah di Indonesia, pembangunan smelter juga dapat meningkatkan bisnis usaha perseroan.
“Nah, Kondisi ini (pelarangan ore) yang mengetuk kenapa ke depan hilirisasi ini harus digalakkan karena, ya, tidak ada cara lain bahwa untuk bisa memajukan Antam ke depan kami harus masuk ke downstream-nya. Tidak hanya sampai di level midstream, tapi sudah harus sampai ke pembuatan stainless steel,” kata Arie yang sebelumnya di Bukit Asam.
Seiring dengan pengerjaan kedua smelter tersebut, Arie mengatakan pihaknya menggenjot produksi feronikel yang berada di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Di wilayah kerja pertambangan tersebut, Antam baru saja menyelesaikan proyek perluasan pabrik. Sehingga, kapasitasnya meningkat dari 18.000-20.000 TNi per tahun menjadi 27.000-30.000 TNi.
“Tahun lalu, Antam sudah mencatatkan pencapaian produksi feronikel tertinggi dalam sejarah perusahaan yaitu 20.293 TNi. Tahun ini, kami harapkan memang realisasi produksi di atas 22.000 TNi,” kata Arie.
Selain itu, perseroan juga memanfaatkan izin ekspor bijih nikel kadar rendah sebesar 2,7 juta wet metric ton (WMT) dan 850.000 WMT untuk washed bauksit. Pasar ekspor Antam antara lain, Korea Selatan, Cina dan Eropa. “Kami akan mengoptimalkan izin ekspor yang telah didapatkan untuk meningkatkan pendapatan Antam di tahun 2017,” kata Arie.
Meski mendapat keringanan mengekspor mineral mentah, Arie menambahkan pihaknya tetap komitmen untuk membangun smelter di Indonesia. Menurutnya, program hilirisasi mineral di Indonesia harus dilakukan agar meningkatkan nilai tambah hasil tambang. Ia menceritakan salah satu tugas utamanya saat ditunjuk sebagai orang nomor satu di Antam adalah merealisasikan pembangunan smelter.
“Antam diharapkan dapat segera merealisasikan proyek-proyek hilirisasi mineral untuk mendukung program pemerintah dan amanat Undang-Undang,” kata Arie.
Daftar investasi smelter di Indonesia 2012—2016 dengan nilai investasi US$ 12 miliar (Data Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahaan dan Pemurnian Indonesia) adalah sebagai berikut.
PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara (Smelter Nikel) - Pulau Gebe
PT Well Harvest Winning Alumina (Alumina) - Ketapang
PT Karyatama Konawe Utara (Nikel) - Konawe Utara
PT Macika Mineral Industri (Nikel) - Konawe Selatan
PT Bintang Smelter Indonesia (Nikel) - Konawe Selatan
PT Kinlin Nickel Industry Indonesia (Nikel) - Konawe Selatan
PT Century Metalindo (Nikel) - Cikande Banten
PT Bintang Timur Multi Steel (Nikel) - Tigaraksa Banten
PT Cahaya Modern Metal Industri 1 (Nikel) - Unaha Konawe
PT Cahaya Modern Metal Industri 2 (Nikel) – Morombo Konut
PT Gebe Industry Nikel (Nikel) - Gresik
PT Sulawesi Mining Investment (Nikel) - Morowali
PT Krakatau Steel Unit Blast Furnace (Besi) - Cilegon
PT Huadi Nikel Alloy Indonesia (Nikel) - Bantaeng
PT Titan Mineral (Nikel) - Bantaeng
PT COR Industri Indonesia (Nikel) – Morowali Utara
PT Monokem Surya (Zircon) - Karawang
PT Heng Tai Yuan (Nikel) - Cilegon
PT Virtu Dragon (Nikel) - Kendari
PT Guang Chinhg Nickel & Stainless Steel (Nikel) - Morowali
PT Indoferro (Nikel) - Cilegon PT Delta Prima (Besi) – Tanah Laut
PT Meratus Jaya Iron & Steel (Besi) - Batulicin
PT Krakatau Posco (Besi) - Cilegon
PT Guang Ching Nikel (Nikel) - Morowali
PT Megah Surya Pertiwi (Nikel) - Pulau Obi
PT Kasmaji (Silica) – Mojokerto
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Moch Januar Rizki
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: