Nama Dato' Sri Prof. Dr. Tahir, MBA erat kaitannya dengan amal yang begitu kental melekat pada dirinya. Triliunan rupiah dana sosial digelontorkan melalui Tahir Foundation dan h2H Foundation. Semakin banyak memberi, semakin bisnisnya bertumbuh. Belum pernah ada filantropis yang bisnisnya bangkrut.
Ketika Dato' Sri Prof. Dr. Tahir, MBA mengundang Bill Gates datang ke Indonesia pada 26 Mei 2014 untuk suatu kegiatan amal, pemberian bantuan Tahir Foundation ke Bill & Melinda Gates Foundation senilai US$200 juta. Banyak respon masyarakat yang terkejut dan tidak sedikit pula yang mencibir. Kok bisa, seorang Tahir menghadirkan orang terkaya di dunia? Dan dari mana Tahir mendapatkan dana sebesar itu untuk kegiatan sosial?
Orang berpikir Ang Tjoen Ming, nama kecil Tahir, seperti Cinderella yang muncul tiba-tiba atau makhluk dan patut dicurigai. Publik melihat dirinya ketika sudah berada di panggung yang tinggi dan disoroti cahaya. “ Orang tidak melihat saya ketika masih bocah, anak juragan becak yang miskin,” tuturnya sebagaimana tersaji di buku profil dirinya bertajuk “Living Sacrifice” yang ditulis Albertine Endah.
Masih mengenai kesaksian Tahir dalam buku itu, menyatakan ketika dirinya masih merupakan pengusaha kelas kacang, tidak ada yang merasa perlu mengamatinya . Begitu pula ketika pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 26 Maret 1952 ini, kenyang jatuh bangun memperjuangkan usaha, sebentar terang, sebentar gelap, orang melihat dirinya sebagai “menantu Mochtar Riady yang sedang kalang kabut membangun bisnis.”
Ketika mencuat ke permukaan di era 2000-an, banyak orang yang tersentak kaget serta bertanya-tanya, siapa Tahir dan rekam jejak bisnisnya? Ambil contoh komentar Jusuf Wandi dalam buku profil Tahir yang mengakui bahwa ia tidak mengetahui sosok seorang Tahir yang kerap berjumpa di berbagai kesempatan, termasuk di lobi bandar udara. Bahkan, Wakil Ketua Dewan Penyantun CSIS Foundation itu sempat terkejut mengetahui bahwa Tahir adalah mantu Mochtar Riady yang dikenal cukup baik. Ia menilai figur Tahir sebagai sosok pengusaha yang unik dan istimewa, terutama karya filantropinya di Indonesia.
Pada waktu nama Tahir, melalui Mayapada Group, menyembul ke panggung bisnis di dalam negeri di era tahun 2000-an, orang mulai menoleh, menatap dirinya, lalu mencari tahu. Apa sesungguhnya yang dilakukan Tahir hingga dari "bukan apa-apa" menjadi "sesuatu" dalam kurun waktu yang singkat? Apakah kesuksesan Tahir karena ia anak mantu dari Taipan Mochtar Riady? “Saya memiliki lembaran hidup puluhan tahun yang sarat dengan keringat, air mata, hinaan, dan ketersudutan. Itu yang tidak diketahui orang,” tutur dia dalam bukunya itu.
Apa yang membuat figur filantropi Indonesia ini mengalami titik balik dalam hidup dan bisnisnya? Salah satunya memang berkat nasihat dari sang mertua, yang tak lain ialah Mochtar Riady. Alkisah, Tahir pernah mengalami kehancuran bisnis dealer
Mobil merek Suzuki terpaksa harus ditutup karena kebijakan Indomobil Group yang tidak membuka keagenan bagi pihak ketiga. Dalam kondisi limbung, Tahir dipanggil sang mertua untuk menemani lari pagi. “Gagal dalam bisnis itu hal biasa,” kata Mochtar Riady ditirukan Tahir kepada Warta Ekonomi.
Hanya nasihat yang diberikan sang mertua ketika Tahir sedang ambruk secara bisnis. Tidak ada bantuan lain, seperti dana. Memang, dalam perjalanan hidup Tahir yang jatuh bangun mendirikan usaha sendiri, sang mertua pernah meminjamkan dana. Ya, pinjaman, bukan pemberian yang tidak harus dikembalikan. Tahir juga pernah diminta mengelola bisnis garmen keluarga Riady. Padahal, sejak awal menikah dengan putri dari klan Riady, Tahir sudah diwanti-wanti oleh sang mertua bahwa tidak boleh bekerja di Lippo Group. Dan tidak ada fasilitas tertentu sebagai anak mantu dari sang Taipan.
Justru dengan gemblengan sang mentor itulah, Tahir semakin gigih dalam merintis kerajaan bisnisnya sendiri melalui Mayapada Group. Dalam perjalan hidupnya, sewaktu masih duduk di bangku SMU di Surabaya, ia kerap wira-wiri ke Singapura untuk mencari barang yang bisa dijual di Surabaya. Gemblengan dari kedua orang tuanya ini, ia lakoni dengan kebesaran jiwa yang kelak menjadi modal dasar yang kokoh dalam membentuk jiwa entrepreneurship-nya. Jiwa pantang menyerah itulah pembelajaran yang ia peroleh saat sedang merinstis usaha dari bawah.
Tahir kenyang dengan pasang-surut membangun Mayapada Group. Berbagai usaha sudah dicoba. Banyak yang gagal, seperti menjadi dealer mobil, gagal sebagai suplier barang pecah belah merek Duralex, dan bisnis importir. Setiap mengalami kejatuhan, ia pegang teguh nasihan sang mertua bahwa gagal itu hal biasa dalam bisnis.
Jatuh Bangun Merintis Usaha
Kehadiran figur Tahir yang begitu kental dengan karya filantropisnya memang sempat mencuri perhatian publik dan media di dalam negeri. Figur yang rekor bisnisnya belum terekam baik oleh media di era 1900-an hingga 2000-an ini membuat surprise tersendiri ketika mencuat kepermukaan. Dengan gelar Sri Dato di depan Tahir, asosiasi publik bahwa ia merupakan pengusaha asal negeri Jiran, Malaysia. Sejatinya, Tahir asli arek Suroboyo. Gelar Sri Dato diberikan Sultan Pahang Malaysia kepada Tahir karena kontribusi besar kepada masyarakat.
Ketika pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Oktober 1988 yang membuka lebar permodalan negeri untuk mendirikan bank dengan syarat yang longgar, seperti permodalan yang hanya Rp10 miliar, di era tahun 1990-an, ratusan bank bermunculan. Tahir tergiur dengan peluang ini, tapi bukan sekadar ingin menjajal peruntungan di bisnis bank. Ia mengaku paham betul mekanisme bisnis bank karena sepanjang hidupnya sebagai pengusaha selalu berurusan dengan bank. Atas rekomendasi Nasrudin Sumintapura, Menteri Muda Urusan Keuangan ke Bank Indonesia, peluang Tahir memiliki bank terbuka lebar.
Pada 16 Maret 1990, berdiri Bank Mayapada. Saat bank itu berdiri, sang mertua sempat memanggil Tahir untuk masuk ke bank itu dengan kepemilikan saham 60%. Tapi, sang menantu menolak keinginan sang mertua yang ketika itu masih menjadi pejabat di BCA. Bank ini hanya memiliki dua kantor saat memulai debutnya. Tahir tidak gegabah dengan seradak-seruduk sekadar gagahan selaku pemilik bank. Sebagai figur yang merasakan betul betapa payahnya berurusan dengan bank untuk mendapatkan permodalan, ia pun mencoba mengerti kondisi ini kepada calon debiturnya.
Kucuran kredit bank lebih banyak mengalir ke sektor bisnis kelas menengah bawah yang mungkin kurang dilirik oleh bank-bank lain karena dinilai unbankable. Dalam mengelola bank, ia memakai rumusan: pahami aturan mainnya. Bagi Tahir, setiap bisnis ada karakternya dan ada aturan mainnya. Apabila tidak paham aturan mainnya, janganlah masuk ke dalamnya. Misalnya, kalau ditawari masuk ke bisnis petrokimia yang Tahir sama sekali tidak paham, meski ia diberi modal besar triliunan rupiah sekalipun, ia akan tegas menolak. Pasalnya, ia tidak paham aturan main dan karakter bisnisnya.
Bermodal prinsip seperti itulah, Tahir menyelamatkan Bank Mayapada melewati badai krisis moneter pada 1998/1999 di saat banyak bank gulung tikar karena eksposur utang luar negeri dalam dolar AS yang tinggi dan terpelanting ketika kurs melejit dari Rp2.500 ke level Rp 16.500 per dolar AS. Bank Mayapada beruntung tidak gegabah mengais pendanaan dari pinjaman luar negeri dalam valas sehingga terbebas dari gulungan badai nilai tukar. Yang juga bikin bank ini lolos dari belitan kredit bermasalah saat krisis moneter di era itu karena kucuran kredit mengalir sektor usaha kecil dan ritel yang cenderung memiliki daya tahan terhadap goncanang krismon dan krisis keuangan.
Badai krismon memberi pembelajaran mahal bagi Bank Mayapada untuk menapak menjadi bank yang kokoh dan solid. Setapak demi setapak, saat ini, Bank Mayapada sudah masuk bank BUKU III. Bank di level ini bermodal inti masih di bawah Rp30 triliun. Satu tingkat lagi, bank ini akan masuk ke bank BUKU IV sejajar dengan bank-bank papan atas bergensi, seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, dan Bank Niaga dan lainnya. Sampai di sini, Tahir patut bersyukur Bank Mayapada masih tetap eksis, sementara Bank Lippo milik sang mertua justru raib dari peredaran, diakuisisi oleh Bank Niaga. Bagi Tahir, masuk ke bisnis bank kuncinya hanya satu: trust.
Tahir mematok Bank Mayapada menjadi salah satu bank swasta terkemuka di Indonesia dalam hal aset, profitalibitas, dan tingkat kesehatan. Per triwulan-I 2017, aset bank mencapai Rp66,8 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp57,7 triliun dan kredit yang disalurkan sebesar Rp49,1 triliun. Untuk mengantisipasi perkembangan digital banking dan fintech, Mayapada pun mengupayakan pelayanan digitalisasi banking dan internet banking, e-channel, e-money, dan lainnya. Perlahan tapi pasti, Bank Mayapada membidik naik kelas ke bank BUKU IV, meski belum ada kejelasan informasi kapan hal itu akan terwujud.
Di bisnis keuangan, alumnus Nanyang University Singapura ini juga ekspansi ke bisnis pembiayaan konsumen PT Topas Multi Finance pada 24 September 2002. Fokus bisnis Topas pada pembiayaan kendaraan, seperti mobil, truk, dan sepeda motor. Perusahaan dengan aset di bawah Rp100 miliar ini sudah beberapa kali mendapatkan berbagai ppenghargaan, seperti Costumber Choice versi Majalah Warta Ekonomi pada 2016 dan juga award lainnya. Hal ini memperlihatkan kinerja yang bagus meski terbilang perusahaan multifinance yang masih merintis ke level menengah-atas.
Di luar itu, ada bisnis rumah sakit dengan nama Mayapada Hospital. Tahir punya dua RS, satu di Jakarta dan satu lagi di Tangerang. Awal masuk ke bisnis RS memang keinginan kuat untuk menolong sesama manusia terhadap akses pengobatan yang memadai. Melalui PT Sejahtera Raya Anugerah Jaya (SRAJ) selaku induk usaha yang mengurusi bisnis rumah sakit, Tahir yang masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia dengan aset US$1,8 miliar, menganggarkan Rp1 triliun guna membangun tambahan lima RS baru yang tersebar di lima kota di dalam negeri. Dengan tambahan pasok lima RS baru, total RS milik Tahir jadi tujuh. Untuk mengingatkan kualitas pelayanan, Mayapada bekerja sama dengan National Healthcare Group (NHG) Singapore yang mengelola tiga RS.
Dengan berbisnis RS, niatan Tahir untuk menolong sesama yang tidak mampu untuk berobat terwujud melalui The Tahir Foundation. Yayasan amal inilah yang banyak memberi donasi kepada pasien di dalam negeri untuk pengobatan tertentu, seperti kanker, polio, HIV, TBC, malaria dan KB. Selain membiayai urusan kesehatan, Tahir Foundation juga menggarap sektor pendidikan dengan menjalin kemitraan dengan 10 perguruan tinggi di dalam negeri. Atas sepak terjang Tahir Foundation ini, Bill Gates berkomentar, “Saya sangat terkesan membaca kisah hidup Tahir, rekam jejak sukses bisnis, kemurahan hati beliau, dan komitmennya ke aktivitas filantropi.”
Masih di bisnis kesehatan, melalui PT Prima Healtcare Solutions, Tahir membuka jaringan klinik modern dan mutahir dengan nama “Your Clinic” pada April 2013. Filosofis pendirian klinik ini untuk mendekatkan pelayanan dokter dengan keluarga-keluarga di Indonesia. Ia menilai sudah saatnya setiap keluarga di Indonesia punya dokter keluarga yang memberi pelayanan kesehatan menyeluruh dengan harga yang relatif terjangkau dan kualitas prima. Dalam kurun lima tahun ke depan, setidaknya akan didirikan 150 cabang klinik di seluruh Indonesia.
Di luar bisnis keuangan dan kesehatan, Tahir juga menggarap bisnis properti. Saat ini, Mayapada Group punya empat menara perkantoran di central business district (CBD) di Jakarta. Di Surabaya, juga membangun 200 unit apartemen di lokasi strategis. Yang unik dari apartemen ini, di ground floor, tersedia lokasi komersial untuk restoran dan toko-toko yang membantu mendukung masyarakat. Di daerah Sentul, Bogor, Jawa Barat, Mayapada juga mengembangkan kota mandiri seluas 30 ha. Di luar negeri, Tahir dikabarkan punya gedung perkatoran yang berjarak tidak terlalu jauh dari CBD di Singapura.
Masih banyak lagi bisnis Tahir melalui Mayapada Group, seperti pengelolaan jaringan hotel bertaraf international yang beroperasi di Bali. Selain itu, Tahir mengelola jaringan toko Duty Freeshop, Mall Galeria Bali, tour andtravel, media cetak (majalah Forbes Indonesia, surat kabar berbahasa mandarin Guo Ji Ri, Topas TV), air aviation services, pendidikan, bisnis asuransi ( PT Asuransi Sompo Japan Nipponkoa Indonesia, PT Zurich Topas Life).
Murah Hati Tidak Bikin Bangkrut
Dengan daftar panjang usaha Sri Dato Tahir, tentu tidaklah heran dari mana sumber dana penyandang gelar MBA jebolan Golden Gate University San Fransisco dengan yudisium kelulusan Summa Cum Laude ini. Donasi Tahir Foundation ke Bill & Melinda Gates Foundation yang terbilang fantastis, boleh dibilang belumlah seberapa dibandingkan dengan Bill Gates sendiri yang mencapai US$35 miliar. “Saya telah menyumbang miliaran dolar AS, hidup saya baik-baik saja. Tidak runtuh,” ujar Bill Gates sebagaimana ditirukan Tahir dalam bukunya.
Nah, ke depan Tahir yang pernah merasakan betapa payahnya kehidupan masa kecil dan mudanya, kerap dihina orang sebagai anak dari juragan tukang becak, berniat menjadikan semua platform usaha Mayapada Group bermanfaat bagi masyarakat. Niatan itu melahirkan moto “built by society for the society”. Sri Dato Tahir menyimpulkan bahwa “Berbagi membuat hidup kita dilumuri kebaikan.”
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Heriyanto Lingga
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: