Warta Ekonomi, Jakarta -
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengungkapkan, kondisi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI Angkatan Udara belum sesuai dengan kebutuhan untuk mendukung operasi TNI berdasarkan eksistensi ancaman nyata, potensial, maupun hibrida.
Menurut Panglima TNI di Jakarta, Jumat (19/1/2018), kondisi itu dilihat dari kemajuan dan perkembangan teknologi pertahanan serta kondisi geografis sebagai negara kepulauan.
"Namun dengan perencanaan pembangunan kekuatan TNI Angkatan Udara yang baik tentunya secara bertahap akan dapat memenuhi target Minimum Essential Force (MEF)," kata Panglima TNI dalam amanatnya saat serah terima jabatan Kepala Staf TNI AU (KSAU) dari dirinya kepada Marsekal TNI Yuyu Sutisna di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Menurut dia, proyeksi pembangunan TNI Angkatan Udara diarahkan untuk dapat mencapai "air supremacy" atau "air superiority".
Sasaran yang ingin dicapai adalah kekuatan pemukul udara strategis untuk menghadapi dua 'trouble spots" dalam bentuk komposit yang berisi pesawat-pesawat tempur multi-role dari generasi 4,5.
Selain itu, pembangunan TNI Angkatan Udara juga diarahkan pada kemampuan mobilitas serta proyeksi kekuatan pada lingkup nasional, regional, dan global.
Ia mengatakan sistem pertahanan udara akan juga diintegrasikan dengan matra lainnya dalam suatu jaringan bertempur atau 'Network Centric Warfare".
Pada pembangunan kekuatan selanjutnya juga, kata Hadi, akan mengaplikasikan konsep berperang dengan Unmanmed Combat Aerial Vehicle (UCAV) yang berbasis satelit.
Untuk dapat menjawab tuntutan tugas tersebut, katanya, peran strategis Kepala Staf Angkatan Udara dibutuhkan. Dengan kredibilitas dan kinerja serta berbagai pengalaman yang telah Marsekal dapatkan selama penugasan, Marsekal TNI Yuyu Sutisna diyakini dapat berperan lebih optimal untuk membawa organisasi TNI Angkatan Udara menjadi semakin baik.
Menurut dia, untuk menambah alutsista TNI AU, kebijakan-kebijakan sesuai rencana strategis kedua sudah dibentuk dan disalin dalam bentuk road map renstra 2014 sampai 2019.
"Sudah saya serahkan kepada Marsekal Yuyu sehingga apa yang akan diperbuat dikoordinasi oleh Mabes TNI dan kita lanjutkan ke Menhan dalam hal terkait pemenuhan alitsista. Marsekal Yuyu tinggal melanjutkan kebijakan-kebijakan itu," kata Hadi.
TNI, kata Panglima TNI, masih menunggu kedatangan pengganti pesawat F5 yang hampir 1,5 tahun para penerbang tidak melakukan aksi terbang dengan pesawat tersebut.
"Kita juga melakukan pemenuhan radar yang saat ini baru 20 unit. Dalam renstra kedua ini, kita butuh 12 radar lagi termasuk penambahan pesawat-pesawat transport pengganti pesawat hercules. Kami merencanakan pesawat hercules gantikan dengan tipe hercules sama namun tipe akan kita tingkatkan menjadi tipe J," ujar mantan Irjen Kemhan ini.
Menurut Panglima TNI di Jakarta, Jumat (19/1/2018), kondisi itu dilihat dari kemajuan dan perkembangan teknologi pertahanan serta kondisi geografis sebagai negara kepulauan.
"Namun dengan perencanaan pembangunan kekuatan TNI Angkatan Udara yang baik tentunya secara bertahap akan dapat memenuhi target Minimum Essential Force (MEF)," kata Panglima TNI dalam amanatnya saat serah terima jabatan Kepala Staf TNI AU (KSAU) dari dirinya kepada Marsekal TNI Yuyu Sutisna di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Menurut dia, proyeksi pembangunan TNI Angkatan Udara diarahkan untuk dapat mencapai "air supremacy" atau "air superiority".
Sasaran yang ingin dicapai adalah kekuatan pemukul udara strategis untuk menghadapi dua 'trouble spots" dalam bentuk komposit yang berisi pesawat-pesawat tempur multi-role dari generasi 4,5.
Selain itu, pembangunan TNI Angkatan Udara juga diarahkan pada kemampuan mobilitas serta proyeksi kekuatan pada lingkup nasional, regional, dan global.
Ia mengatakan sistem pertahanan udara akan juga diintegrasikan dengan matra lainnya dalam suatu jaringan bertempur atau 'Network Centric Warfare".
Pada pembangunan kekuatan selanjutnya juga, kata Hadi, akan mengaplikasikan konsep berperang dengan Unmanmed Combat Aerial Vehicle (UCAV) yang berbasis satelit.
Untuk dapat menjawab tuntutan tugas tersebut, katanya, peran strategis Kepala Staf Angkatan Udara dibutuhkan. Dengan kredibilitas dan kinerja serta berbagai pengalaman yang telah Marsekal dapatkan selama penugasan, Marsekal TNI Yuyu Sutisna diyakini dapat berperan lebih optimal untuk membawa organisasi TNI Angkatan Udara menjadi semakin baik.
Menurut dia, untuk menambah alutsista TNI AU, kebijakan-kebijakan sesuai rencana strategis kedua sudah dibentuk dan disalin dalam bentuk road map renstra 2014 sampai 2019.
"Sudah saya serahkan kepada Marsekal Yuyu sehingga apa yang akan diperbuat dikoordinasi oleh Mabes TNI dan kita lanjutkan ke Menhan dalam hal terkait pemenuhan alitsista. Marsekal Yuyu tinggal melanjutkan kebijakan-kebijakan itu," kata Hadi.
TNI, kata Panglima TNI, masih menunggu kedatangan pengganti pesawat F5 yang hampir 1,5 tahun para penerbang tidak melakukan aksi terbang dengan pesawat tersebut.
"Kita juga melakukan pemenuhan radar yang saat ini baru 20 unit. Dalam renstra kedua ini, kita butuh 12 radar lagi termasuk penambahan pesawat-pesawat transport pengganti pesawat hercules. Kami merencanakan pesawat hercules gantikan dengan tipe hercules sama namun tipe akan kita tingkatkan menjadi tipe J," ujar mantan Irjen Kemhan ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: