Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

UU BUMN Tidak Sesuai dengan Amanat Bangsa?

UU BUMN Tidak Sesuai dengan Amanat Bangsa? Kementerian BUMN | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Juru bicara Advokasi Kedaulatan Ekonomi Indonesia (TAKEN) Liona N. Supriatna mengatakan pengajuan gugatan Undang-Undang (UU) No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) dikarenakan adanya ketidaksesuaian dengan pasal 33 UUD 1945.

Lanjutnya, yang menjadi objek gugatan ialah Pasal 2 ayat 1 (a) dan (b), serta pasal 4 ayat 4 yang tidak sejalan dengan pasal 33 UUD NRI 1945.

"Dalam praktiknya, banyak terjadi penyimpangan yang jauh dari amanat pasal 33 UUD NRI 1945. Seperti kemakmuran yang menjadi amanat konstitusi tidak terjadi. Banyak BUMN tidak lagi bertindak sebagai agen pembangunan bahkan tidak memenuhi tujuan pendirian BUMN sebagai tersurat dalam UU BUMN itu sendiri," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Ia menjelaskan, berdasarkan Pasal 2 ayat 1 huruf a berbunyi; Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. Kemudian huruf b menegaskan bahwa BUMN untuk mengejar keuntungan. Ia menilai pasal tersebut liberal dan tidak mengedepankan asas kekeluargaan dan kemakmuran rakyat.

"UU BUMN tidak secara tegas keinginannya melaksanakan amanat konstitusi dimana perekonomian nasional harus dibangun sebagai usaha bersama yang berdasarkan pada asas kekeluargaan," ujar dia. 

Kemudian yang menjadi aneh, ada BUMN yang berorientasi mencari keuntungan, namun faktanya banyak BUMN mengalami kerugian.

Selanjutnya, permasalahan pasal 4 yang berbunyi bahwa Setiap perubahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham Persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan begitu, pasal 4 dinilai telah mempreteli hak konstitusi rakyat yang diberikan kepada DPR untuk mengawasi keuangan negara. 

"Tidak ada kontrol dan pengawasan DPR terhadap keuangan negara akibatnya di masa lalu pemerintah Indonesia menjual BUMN ke asing. Kalau BUMN dianggap sebagai yang menguasai hajat hidup orang banyak, seharusnya jangan dijual," tegasnya.

Sementara itu, Kiki Syahnakri menilai, dengan penyelenggaraan BUMN seperti saat ini program nawacita yang diwacanakan Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sulit terealisasi.

"Dalam konteks seperti ini, nawacita sulit untuk dilaksanakan karena tidak diamanatkan untuk menjadi kepanjangan tangan negara dalam mencapai kemakmuran rakyat Indonesia," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Vicky Fadil
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: