Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Provinsi Sumatera Selatan meminta pemerintah mendorong masuknya investor asing industri ban ke dalam negeri untuk menyerap produksi yang melimpah.
Ketua Gapkindo Sumsel Alex K. Eddy mengatakan, sebaiknya pemerintah menjajaki ulang negara-negara yang pernah menyatakan minat membangun industri ban di Sumatera Selatan.
Hal ini untuk merespon kondisi saat ini yakni harga karet di perdagangan internasional hanya sekitar 1,4 dolar per kilogram, atau masih jauh dari harapan menyentuh 2 dolar per kg. Lebih buruk lagi, harga di tingkat petani hanya berkisar Rp5.000 hingga Rp7.000 per kilogram.
"Negara-negara dari Eropa sempat ke Sumatera Selatan untuk melihat peluang membangun pabrik ban. Jika memungkinkan, sebaiknya dijajaki kembali karena saat ini Sumatera Selatan sudah membangun infrastruktur jalan dan pelabuhan," kata dia di Palembang pada Rabu (7/2/2018).
Ia menjelaskan, gencarnya Sumsel dalam membangun infrastruktur ini harus diinformasikan ke investor asing itu karena semula mereka enggan lantaran menggangap berbiaya logistik yang tinggi.
"Sumsel membangun Kawasan Ekonomi Khusus yang terpadu langsung dengan pelabuhannya, kemudian ada jalan tol Trans Sumatera. Artinya, ke depan sudah memungkinkan daerah ini menjadi kawasan industri," ujar dia.
Menurutnya, hilirisasi produk olahan karet ini harus menjadi target utama pemerintah saat ini untuk menyelamatkan petani dalam negeri.
"Jika memiliki penyerapan sendiri di dalam negeri, maka harga bisa stabil tidak lagi tergantung dengan ekspor. Saat ini, petani karet demikian terpuruk, bahkan jatuh miskin karena harga jatuh di pasaran internasional karena pelemahan ekonomi global," kata dia.
Harga karet di tingkat petani melorot akibat pengaruh krisis ekonomi global yang berimbas dengan penurunan permintaan di pasar dunia. Pada 2011, harga karet sempat berada di kisaran Rp25 ribu per kg seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi Tiongkok yakni 9,2 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ratih Rahayu