Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

CEO Cigna Herlin Sutanto: Tinggalkan Zona Nyaman dari Bankir ke Asuransi

CEO Cigna Herlin Sutanto: Tinggalkan Zona Nyaman dari Bankir ke Asuransi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan asuransi Cigna Indonesia menunjuk Herlin Sutanto sebagai Chief Executive Officer (CEO) pada 25 Juli 2017. Sebagai CEO, Herlin mengemban tugas meningkatkan pasar Cigna di dunia asuransi nasional. Perseroan menargetkan peningkatan premi double digit. Meski tak semudah membalik telapak tangan, Herlin optimistis target tersebut tercapai. Ia bersama dengan timnya telah menyiapkan berbagai strategi agar produk Cigna semakin diterima oleh masyarakat. Salah satu segmen yang menjadi fokus Cigna tahun ini ialah produk asuransi kesehatan yang pasarnya dinilai masih sangat besar.

Perkembangan Cigna Indonesia dapat dikatakan berada di jalur positif. Saat ini, Cigna menjadi salah satu perusahaan asuransi unggul dalam menyediakan produk dan layanan yang menjangkau konsumen dan rekan bisnis secara langsung. Cigna Indonesia telah membukukan pencapaian rasio tingkat solvabilitas atau Risk Based Capital (RBC) sebesar 637% pada 2016. Nilai tersebut jauh di atas regulasi yang mengatur RBC yang minimal sebesar 120%.

Dengan kondisi tersebut, Herlin memiliki tanggung jawab besar agar laju bisnis Cigna bergerak lebih cepat. Memang, kiprah Herlin di dunia asuransi terbilang baru. Pengalaman profesional Herlin justru lebih banyak di dunia perbankan dan finansial lainnya. Di industri asuransi, Herlin pernah menjabat sebagai Chief Technology and Operation Officer AIA Financial pada 2012. Namun, Herlin mengaku sangat tertantang untuk meningkatkan kinerja bisnis Cigna lebih baik lagi dibanding tahun sebelumnya. Berikut petikan wawancara khusus reporter Warta Ekonomi, Mochamad Januar Rizki, dengan CEO Cigna Indonesia yang berlangsung di kantornya pada Senin (25/9/2017).

Bagaimana awal mula karier Anda sebelum bergabung dengan Cigna?

Banyak sekali kisah tangis dan tawa dalam perjalanan karier saya hingga menjadi seorang CEO. Karier saya dimulai dari bawah sekali dan bukan di industri asuransi. Saya mulai bekerja pertama kali di Citibank sejak 28 tahun lalu, waktu itu dalam divisi consumer banking. Saya juga pernah berkarier di bank swasta yang sekarang sudah tidak ada. Di situ saya menjabat sebagai business manager yang tugasnya melakukan set up bisnis kartu kredit. Kemudian, saya kembali lagi ke Citibank membawahi wilayah, bukan Indonesia dan Asia, tetapi Eropa. Saat itu saya membawahi sistem teknologinya, padahal background saya finance. Ini sesuatu yang sangat berbeda.

Saat keadaan di Indonesia lebih baik, saya kembali lagi ke Indonesia. Tahun 2002, saya masuk GE, saat itu masih ada perusahaan GE Finance. Setelah itu saya pindah ke OCBC sebelum dimerger dengan NISP. Saat itu, mereka (OCBC) merencanakan bisnis ke arah konsumer, tetapi krisis 2008 membuat proyek itu tidak berjalan, malah akhirnya dimerger dengan NISP. Dari situ, saya pindah ke Danamon menangani risk management. Setelah dari Danamon, saya masuk ke dunia asuransi dengan bergabung bersama AIA sebagai CTO sampai 2014. Selepas dari AIA, saya kemudian bergabung dengan Cigna sebagai COO hingga akhirnya sekarang sebagai CEO.

Anda memiliki karier yang cukup panjang di dunia perbankan. Mengapa Anda memutuskaan untuk pindah dari perbankan dan bergabung dengan dunia asuransi?

Ini adalah sebuah opportunity bagi saya, sekaligus keluar dari comfort zone. Bagi saya, setiap opportunity penuh dengan proses pembelajaran. Saya pernah berada di posisi yang fungsinya berbeda-beda, dari credit analyst, sistem IT, hingga risk management. Ini membuat saya mampu melihat banyak hal dari sudut pandang berbeda-beda.

Apa benang merah yang didapat dari perjalanan karier Anda?

Saya pikir, di setiap industri selalu ada benang merahnya. Pertama, bagaimana membuat produk yang tepat. Kedua, bagaimana memasarkannya kepada konsumen. Dan ketiga, bagaimana sistem yang memudahkan konsumen. Hal yang paling penting adalah people management. Bagi saya, people adalah most important asset. Di mana pun dan apa pun bisnis kita, itu merupakan hal penting untuk menjalankan suatu bisnis.

Apa misi yang Anda diusung saat memimpin Cigna? 

Selama ini, saya meneruskan misi yang sudah dilakukan oleh CEO sebelumnya. Kami ingin menjadikan Cigna sebagai multidistribution company. Cigna pernah sangat kuat di bisnis telemarketing, tetapi sejak 2 sampai 3 tahun lalu, kami sudah membangun distribution channel lain lewat agency business dan direct consumer. Dulu kami banyak tergantung dengan partnership, sekarang kami tidak begitu, melainkan langsung kepada konsumen, baik melalui digital maupun nondigital. Saya rasa ini adalah kesuksesan besar bagi bisnis Cigna. Kemudian, saya juga ingin me-drive teman-teman di Cigna untuk selalu berinovasi, dan saya rasa tidak mudah. Saya ingin semua orang merasa tidak pernah puas atas sesuatu yang mereka lakukan. 

Apa target yang ingin Anda capai saat memimpin Cigna?

Kita mulai dari misinya Cigna terlebih dahulu. Misi kami adalah membantu orang yang kami layani untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan rasa aman mereka. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), saat ini kami berada di peringkat 20 besar. Kami harus bisa masuk ke peringkat 5 atau 10 besar industri asuransi jiwa. Selain itu, kami juga ingin Cigna dikenal sebagai solusi dalam kesehatan di mata masyarakat. Untuk mencapai itu, kami banyak sekali meluncurkan produk di segmen kesehatan. 

Bagaimana pandangan Anda mengenai perkembangan industri asuransi kesehatan di Indonesia?

Cigna yakin bahwa asuransi kesehatan tetap memiliki peran yang sangat penting di Indonesia. Kampanye BPJS Kesehatan oleh pemerintah sangat membantu mengedukasi masyarakat terhadap pentingnya perlindungan asuransi. Sebagai tambahan, dengan pertumbuhan kelas menengah dan kelas atas di Indonesia, mereka juga menyadari bahwa kebutuhan asuransi kesehatan mereka juga bertambah. Mereka kemudian mencari asuransi kesehatan tambahan untuk memenuhi preferensi layanan yang mereka inginkan, dan solusi tersebut mereka dapatkan dari perusahaan asuransi swasta lainnya di Indonesia.

Banyak masyarakat Indonesia menganggap asuransi bukan sesuatu yang penting. Bagaimana menurut Anda? 

Masih banyak orang yang belum memahami pentingnya asuransi sebagai produk perlindungan yang manfaatnya tidak dapat dinikmati secara langsung. Namun, dengan meningkatnya biaya perawatan, pengobatan, risiko kesehatan yang meningkat, serta adanya BPJS Kesehatan, masyarakat Indonesia sudah mulai melihat pentingnya berasuransi.

Sebagai seorang perempuan CEO, adakah kesulitan yang Anda alami dalam memimpin perusahaan?

Saya mengalami banyak up and down dalam berkarier. Tetapi kalau kita berintegritas, hasilnya pasti baik. Selain itu, keluarga adalah nomor satu bagi saya, ini penting sekali. Walaupun saya bicara seperti ini, anak-anak saya merasa waktu saya sedikit sekali untuk mereka. Banyak waktu saya dipakai untuk pekerjaan. Saat ini, saya mempunyai waktu lebih banyak dari sebelumnya. Saya mencoba untuk membalas yang sebelumnya tidak tercapai. Kalau boleh sharing, waktu untuk keluarga adalah hal yang sangat penting.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Moch Januar Rizki
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: