350 juta anak-anak lebih tinggal di daerah perang dan terancam kematian akibat kekerasan, badan internsional nirlaba Save The Children mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Kamis (15/2/2018).
Lembaga tersebut mengatakan bahwa Suriah, Afghanistan dan Somalia menjadi negara terburuk bagi anak-anak.
Dalam laporannya, Save The Children mengatakan bahwa sedikit-dikitnya 357 anak-anak --atau sekitar satu di antara enam di seluruh dunia-- tinggal di daerah perang. Angka itu naik 75 persen sejak awal 1990-an. Ketinggian tingkat urbanisasi, sengketa berkepanjangan dan kenaikan jumlah sekolah serta rumah sakit menjadi sasaran serangan, memberi iuran besar pada peningkatan ancaman bagi kehidupan anak-anak, kata mereka. Ancaman lain adalah penculikan dan kekerasan seksual.
"Kami menyaksikan angka kenaikan mengejutkan dalam jumlah anak yang tumbuh di area yang terdampak konflik. Mereka mengalami kekerasan yang sangat besar," tutur Helle Thorning-Schmidt, direktur pelaksana Save The Children, dalam pernyataan tertulis, "Anak-anak mengalami penderitaan yang seharusnya tidak boleh mereka alami. Rumah, sekolah, dan tempat mereka bermain telah menjadi medan peperangan," kata Thorning-Schmidt.
Sementara itu, perhitungan PBB menunjukkan lebih dari 73.000 anak telah tewas atau menderita cacat permanen akibat 25 konflik sejak tahun 2005, sesuai dengan laporan tersebut. Sejak 2019, angka kasus kematian yang telah terverifikasi ileh PBB naik hampir 300 persen.
Sejumlah badan bantuan internasional mengatakan bahwa angka sebenarnya bisa jadi jauh lebih tinggi mengingat sulitnya verifikasi di daerah perang. Save The Children mengatakan bahwa semakin memburuknya situasi bagi anak di zona konflik disebabkan oleh meningkatnya pertempuran di kota-kota. Para petempur kini juga sering menggunakan bom di area padat penduduk.
"Anak-anak menjadi sasaran taktik brutal. Mereka dipaksa menjadi pelaku bom bunuh diri," pungkas Save The Children.
Timur Tengah menjadi kawasan terburuk bagi anak-anak dengan angka dua per lima yang tinggal di kawasan konflik, diikuti oleh Afrika (tempat 20 persen anak-anak tumbuh di daerah perang).
"Anak-anak di kawasan perang di seluruh dunia menjadi sasaran serangan dengan tingkat mengerikan. Pelaku perang dengan sengaja tidak mengindahkan hukum internasional," pungkas Manuel Fontaine selaku kepala divisi penanganan keadaan darurat badan anak-anak PBB, UNICEF. (HYS/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait: