Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kasus 'Ahok' Dapat Kembali Muncul di Pilkada 2018

Kasus 'Ahok' Dapat Kembali Muncul di Pilkada 2018 Pilkada DKI | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Amnesty International Indonesia mengingatkan politik kebencian dapat kembali muncul pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan bahwa politik kebencian telah dipakai oleh aktor negara maupun nonnegara untuk memecah belah masyarakat demi mencapai tujuan tertentu seperti yang terjadi saat Pilkada DKI 2017.

"Dan bukan mustahil politik kebencian yang sama dengan berbagai penyesuaiannya, akan terulang saat pilkada 2018 atau pemilihan legislatif dan pilpres yang tahun depan berlangsung," ujar Usman dalam konferensi pers Laporan HAM Tahunan Amnesty International di Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Berdasarkan analisis Amnesty International tentang situasi HAM di 159 negara yang terangkum dalam laporan berjudul "The State of the World's Human Rights", politik kebencian di Indonesia merupakan rangkaian fenomena global berupa lahirnya pemimpin populis kanan yang mengeksploitasi retorika kebencian seperti Donald Trump di Amerika Serikat, Rodrigo Duterte di Filipina, Narendra Modi di Indonesia, Recep Tayyip Erdogan di Turki, serta Vladimir Putin di Rusia---untuk melegitimasi kebijakan-kebijakan diskriminatif dan anti-HAM yang mereka keluarkan.

"Tampak sekali bahwa politik kebencian yang diretorikakan para pemimpin cukup efektif dalam kontestasi elektoral," ujar Usman.

Di Indonesia sendiri, ia mengatakan politik kebencian tersebut mengeksploitasi sentimen moralitas agama dan nasionalisme sempit oleh aktor negara dan nonnegara yang mengajak pengikut mereka dan masyarakat luas untuk membenci mereka yang dianggap "berbeda" antara lain kelompok atau individu yang dituduh anti-Islam, anti-nasionalis, anti-NKRI dan separatis, hingga anti-pembangunan atau komunis.

Vonis pidana penjara dua tahun bagi mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, seorang Kristen Tionghoa, karena dianggap menista Islam adalah salah satu produk politik kebencian yang akan tercatat dalam sejarah HAM Indonesia.

Amnesty International Indonesia mencatat bahwa lawan politik Ahok menggunakan sentimen anti-Islam untuk mengumpulkan ratusan ribu massa di Jakarta dan menekan penegak hukum untuk memenjarakan Ahok.

"Kalau yang disalahkan tahun lalu adalah minoritas China, tahun ini kelihatan sekali minoritas seksual seperti transgender," kata Usman.

Politik kebencian seringkali dimanfaatkan oleh para politikus untuk mengecam kelompok minoritas dan mendapatkan legitimasi berbasis identitas keagamaan misalnya, atas sesuatu yang dianggap berdosa, menyimpang, atau secara hukum dianggap sebagai kejahatan.

Baru-baru ini, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf ikut berorasi bersama sejumlah ormas Islam dalam aksi dukungan terhadap Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Sangaji yang telah menangkap 12 waria.

Belasan waria itu ditangkap dalam razia sejumlah salon di Kecamatan Lhoksukon dan Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, pada Januari lalu.

"Padahal tidak jelas apa kejahatannya. Belasan waria itu ditangkap hanya karena mereka berperilaku seperti perempuan," tutur Usman.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: