Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat, Muhammad Sidharta menjelaskan ratusan buruh yang tergabung dalam organisasi tersebut, hari ini merayakan dan memperingati May Day di berbagai daerah di Indonesia termasuk di pusat pemerintahan di Jakarta. FSP LEM SPSI Jawa Barat memusatkan kegiatan May Day di kantor Gubernur Jawa Barat, gedung Sate Bandung sebagian besar mengikuti May Day di Jakarta dan Kabupaten/Kota masing-masing.
Menurutnya, kegiatan ini jangan hanya sebatas ritual semata tapi jadi ajang silaturahmi dan refleksi bagi seluruh stakeholder perburuhan untuk memperbaiki hubungan industrial di Indonesia agar perusahaan maju, buruh sejahtera dan pemerintahan berwibawa.
Sidharta mengatakan ada dua isu utama yang akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat yakni UMSK yang direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat agar segera diterbitkan surat keputusannya.
Pertama, soal UMSK sejak pertama kalinya proses penetapannya dipisahkan dengan proses penetapan UMK pada tahun 2015 sampai sekarang masih menjadi polemik, karena belum adanya pedoman standar bagi kabupaten/kota di Jawa Barat dalam bentuk regulasi. Agar proses penetapan UMSK tahun 2019 dan seterusnya tidak lagi ada masalah dalam proses dan mekanismenya, maka FSP LEM SPSI Jawa Barat menuntut Gubernur Jawa Barat segera menerbitkan Perda/Pergub yang mengatur peroses penetapan UMSK Jawa Barat. Bahkan hal yang sangat memprihatinkan dengan belum adanya regulasi tersebut, UMSK 2018 Kota Bandung terpaksa hilang tanpa SK Gubernur.
Hal ini terjadi karena soal penafsiran kajian yang berbeda antara yang dipahami oleh Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kota Bandung, hal serupa juga terjadi di Kabupaten Bandung Barat. Proses UMSK 2018 baru sampai kajian juga sudah gugur sebelum berkembang, karena belum adanya standar kajian dan proses penetapan UMSK. Kedepan hal seperti Ini tidak boleh terjadi lagi hal yang sama untuk melindungi kaum buruh yang posisi tawamya semakin lemah.
Pada kesempatan May Day ini, buruh juga Ingin menyampaikan kepada Gubernur Jawa Barat bahwa, UMSK 2018 yang telah direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat agar segera diterbitkan surat keputusannya dan untuk UMSK 2018 Kabupaten Karawang disahkan sesuai rekomendasi Bupati Karawang, apalagi sebentar lagi segera memasuki bulan ramandhan dan hari raya Idul Fitri, diharapkan kaum buruh di Jawa Barat segera bisa menikmati upah baru.
"Proses UMSK 2018 baru sampai kajian juga sudah gugur sebelum berkembang karena belum ada standar kajian dan proses penetapannya. Ke depan, ini tidak boleh terjadu karena untuk melindungi kaum buruh," ungkapnya kepada wartawan di Bandung, Selasa (1/5/2018).
Sidharta mengatakan isu kedua yakni dengan masih tingginya pela nggaran norma dalam hubungan kerja FSP LEM SPSI Jawa Barat juga menuntut Gubernur Jawa Barat menerbitkan Perda/Pergub tentang Pengawasan Ketenagakerjaan yang melibatkan unsur pemerintah, serikat pekerja, asosiasi pengusaha, imigrasi dan kepolisian agar lebih ketat dalam melakukan fungsi pengawasan ketenagakerjaan, dimana sampai saat ini pengawasan ketenagakerjaan belum bisa berjalan efektif.
"Oleh karena itu kita sampaikan solusinya untuk dibuat regulasinya," tutur sidarta.
Sedangkan mengenai isu nasional banyak hal yang menjadi tuntutan FSP LEM SPSI Jawa Barat diantaranya;
Pertama. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang menjadi sorotan publik hingga hari ini, FSP LEM SPSI Jawa Barat juga menilai bahwa, Perpres tersebut memberi ruang luas dan kemudahan bagi tenaga kerja asing untuk bekerja di semua sektor usaha termasuk bekerja di lembaga pemerintah, bahkan hingga tenaga kasar, hal ini bertentangan dengan undang-undang Nomor 13 tahun 2003 yang membatasi tenaga kerja asing hanya untuk jabatan tertentu. oleh karena itu Perpres Nomor 20 Tahun 201s Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing harus dicabut.
"lebih-lebih sejak tahun 2016 kami sudah menolak tenaga kerja asing yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan," ungkap Sidarta.
Buruh juga menuntut pencabutan PP Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan wng diangap pro upah murah dan mengelspioitasi tenaga buruh, menurut Sidarta dapat dilihat pada pasal 44 ayat (2) yang menyatakan, formula perhitungan Upah minimum.
"Kami menilai dasar penetapan Upah Minimum yang hanya dengan rumus sededrana tersebut. Menimbulkan disparitas upah yang sangat tinggi antar kabupaten/kota," ucap Sidharta.
Dari sisi regulasi PP Nomor 78 Tahun 201s juga bertentangan dengan undang-undang 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dimana dalam undang-undang Nomor 13 tahun 2003 telah mengadu mekanisme penerapan upah minimum berdasarkan survey pasar untuk kebutuhan hidup riil, bukan berdasarkan rumus formula yang sederhana itu.
Ketiga. Tolak rencana Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Sidarta menielaskan terlepas ada kekurangan dalam undangundang Nomor 13 tahun 2003 tersebut masih melindungi kaum buruh, kalau direvisi bisa semakin merugikan kaum buruh.
Keempat, Disaat kenaikan upah sangat lambat sedangkan harga-harga melambung sangat cepat, daya beli rakyat terus menurun, oleh karenanya agar menjamin kehidupan kaum buruh dan seluruh rakyat tetap terjaga.
"Kami menuntut turunkan harga tarif Dasar Listrik, BBM, Gas Elpiji dan Pajak. Terakhir, untuk menjaga marwah perjuangan kaum buruh indonesia. marilah May Day kita jadikan ajang sliamrahrni, refleksi dan arena perjuangan bagi kaum buruh. May Day ls A Struggle. May Day is Not Fun Day," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: