Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini membekukan lima perusahaan multifinance yang bermasalah. Salah satu perusahaan yang dibekukan yakni, PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance).
Sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada SNP Finance juga dikeluarkan karena perusahaan tersebut belum menyampaikan keterbukaan informasi kepada seluruh kreditur dan pemegang Medium Term Notes (MTN) sampai dengan berakhirnya batas waktu sanksi.
Seharusnya, hal tersebut menjadi pelajaran penting kredibilitas laporan keuangan harus dijaga. Terlebih dalam rangka menggali sumber dana dari pasar modal melalui penerbitan surat utang.
"Saya sering bilang kalau auditor berbicaranya sesudahnya. Kunci utamanya bagaimana laporan keuangan di perusahaan itu ditandatangani oleh audity (auditor), oleh penanggung jawab dengan benar," kata Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio, di gedung BEI, Selasa (22/5/2018).
Untuk itu, Tito pun mengusulkan membuat satu inisiatif dan telah berkoordinasi dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
"Audity memberikan laporan keuangan kalau bisa disertifikasi, ujian, khusus listed company (perusahaan publik) dulu. Setelah itu mereka harus independen, harus tidak boleh afiliasi," ujarnya.
Ia menuturkan bahwa upaya itu menjadi modal pertahanan paling mendasar dari terciptanya kredibilitas laporan keuangan. Pasalnya, laporan keuangan yang baik menentukan banyak hal, termasuk rating.
"Rating 'kan based-nya dari laporan keuangan yang sudah diaudit. Jadi, bukan tugasnya Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia) lagi untuk memeriksa lagi laporan keuangannya," jelas Tito.
Menurut Tito, Pefindo dalam posisi menerima laporan keuangan dari sumber terpercaya yaitu manajemen perusahaan dimaksud dan dari pihak kantor akuntan publik atau auditor. Setelah itu baru dilakukan proyeksi dan menghasilkan rating.
"Saya tidak menyalahkan atau tidak, tapi memang tugas Pefindo dari situ. Kalau diurut-urut, Pefindo bikin dari auditor. Makanya, audity harus jadi pertahanan pertama daripada industri pasar modal," tegasnya.
Sekadar informasi, pembekuan SNP Finance berujung pada kekhawatiran keberlangsungan Medium Term Notes (MTN) sebesar Rp1,3 triliun. Jumlah sebesar itu terbagi atas enam seri MTN yang diterbitkan perusahaan pembiayaan yang merupakan bagian dari Columbia Group itu pada 2017. Sejauh ini sudah terjadi gagal bayar bunga MTN sebesar Rp6,75 miliar dari dua seri MTN SNP Finance.
Pada 8 Mei 2018, Pefindo mengumumkan penurunan peringkat SNP Finance dari idA menjadi idCCC (Triple C). Efek utang dengan peringkat idCCC rentan gagal bayar dan tergantung pada kondisi bisnis dan keuangan yang lebih menguntungkan untuk dapat memenuhi komitmen keuangan jangka panjangnya atas efek utang.
Dalam keterangan resmi Pefindo terkait penurunan rating SNP Finance, selain kesulitan mengakses kondisi terkini perusahaan, terdapat juga fakta pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh perusahaan pembiayaan barang elektronik itu di Pengadilan Negeri pada 2 Mei 2018.
Pada 18 Mei 2018, OJK mengumumkan keputusan membekukan kegiatan usaha SNP Finance yang beralamat di Komplek Jembatan Lima Indah Blok 15E Nomor 2 Jalan K.H. Moh Mansyur, Jakarta Pusat 10140, itu.
Terlampir dalam Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Nomor S-247/NB.2/2018 tanggal 14 Mei 2018 tentang Pembekuan Kegiatan Usaha PT Sunprima Nusantara Pembiayaan, terhitung sejak tanggal 14 Mei 2018.
Sebelumnya, sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (POJK 29/2014), SNP Finance telah dikenakan sanksi peringatan pertama hingga peringatan ketiga karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 53 POJK 29/2014.
Aturan dimaksud menyebut, perusahaan pembiayaan dalam melakukan kegiatan usahanya dilarang menggunakan informasi yang tidak benar yang dapat merugikan kepentingan debitur, kreditur, dan pemangku kepentingan, termasuk OJK.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Fauziah Nurul Hidayah