Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berjanji pada hari Selasa (12/6/2018) untuk bekerja menuju denuklirisasi di semenanjung Korea sementara Washington berkomitmen untuk memberikan jaminan keamanan bagi musuh lamanya.
Namun pernyataan bersama yang ditandatangani di akhir pertemuan bersejarah mereka di Singapura memberi sedikit rincian tentang bagaimana tujuan itu akan tercapai.
"Presiden Trump berkomitmen untuk memberikan jaminan keamanan kepada DPRK dan Ketua Kim Jong Un menegaskan kembali komitmennya yang teguh dan tak tergoyahkan untuk menyelesaikan denuklirisasi Semenanjung Korea," tulis pernyataan itu.
Trump mengatakan dia mengharapkan proses denuklirisasi untuk dimulai "sangat, sangat cepat". Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan pejabat Korea Utara akan mengadakan perundingan lanjutan "pada tanggal yang sedini mungkin," kata pernyataan itu.
Para analis politik mengatakan bahwa KTT itu hanya menghasilkan hasil simbolis dan tidak ada yang nyata.
"Tidak jelas apakah perundingan lebih lanjut akan mengarah pada tujuan akhir denuklirisasi," tutur Anthony Ruggiero, rekan senior dari lembaga think tank Washington untuk Pertahanan Demokrasi, sebagaimana dikutip dari Reuters, Selasa (12/6/2018).
"Ini terlihat seperti pernyataan ulang di mana kami meninggalkan negosiasi lebih dari 10 tahun yang lalu dan bukan langkah maju yang besar," ungkapnya.
Dokumen itu juga tidak menyebutkan sanksi internasional yang telah melumpuhkan ekonomi Korea Utara karena mengejar program senjata nuklirnya.
Juga tidak ada referensi untuk akhirnya menandatangani perjanjian damai. Korea Utara dan Amerika Serikat berada di pihak yang berseberangan dalam Perang Korea 1950-53 dan secara teknis masih berperang, karena konflik, di mana jutaan orang meninggal, disimpulkan hanya dengan gencatan senjata.
Tetapi pernyataan bersama itu juga mengatakan kedua pihak telah sepakat untuk memulihkan sisa-sisa tawanan perang dan mereka yang hilang dalam perang dan memulangkan mereka.
China, pihak ketiga dari gencatan senjata, mengatakan pihaknya berharap Korut dan AS dapat mencapai konsensus dasar mengenai denuklirisasi.
"Pada saat yang sama, perlu ada mekanisme perdamaian untuk semenanjung untuk menyelesaikan masalah keamanan Korea Utara yang masuk akal," tutur diplomat top China, Penasihat Negara Wang Yi, kepada wartawan di Beijing.
Jika pernyataan bersama tidak mengarah pada detente yang bertahan lama, itu dapat secara mendasar mengubah keamanan Asia Timur Laut, seperti halnya kunjungan mantan Presiden AS Richard Nixon ke Beijing pada 1972 menyebabkan transformasi China.
Tapi Li Nan, peneliti senior di Pangoal, sebuah think tank kebijakan publik China yang berbasis di Beijing, mengatakan pertemuan itu hanya memiliki makna simbolis.
“Terlalu dini untuk menyebutnya sebagai hubungan titik balik di Korea Utara-AS,” pungkas Li.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait: