Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jangan Pilih Bad Leaders

Oleh: Jamil Azzaini, CEO Kubik Leadership dan Founder Akademi Trainer

Jangan Pilih Bad Leaders Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Setiap pemimpin ingin menjadi good leader dan enggan termasuk ke dalam kelompok bad leader. Good leader atau best leader sudah sering dibahas di berbagai literatur dan diskusi, tetapi saya jarang membaca atau mendengar pembahasan tentang bad leader. Adakah bad leader di sekitar Anda? Tentu untuk menjawabnya, Anda perlu tahu apa kriteria bad leader. Menurut saya, bad leader itu memiliki beberapa ciri yang menonjol.

Pertama, tidak berhasil menanamkan value yang positif pada timnya. Di kantor, bad leader boleh jadi bisa membawa timnya mencapai target tapi dengan cara "menghalalkan" segala cara. Tidak ada nilai-nilai positif yang ditanamkan, kecuali semangat untuk mencapai target apapun caranya. Bahkan mereka memperbolehkan untuk berbohong demi pencapaian target dengan memperhalus menjadi white lie. Tuhannya pemimpin model ini adalah uang, target, dan kepentingan. Ia mengabaikan penanaman value dan etika dalam menjalankan aktivitas.

Di panggung politik, bad leader itu ditandai dengan ketidakmampuan menghalangi para pendukung untuk berbuat negatif, melakukan black campaign, hingga kegiatan destruktif. Leader yang mengajarkan ajaran "yang penting menang" atau "kelompok kita selalu benar dan yang lain salah" adalah bad leader yang seharusnya tidak layak menjadi pemimpin. Bad leader seperti ini berpotensi besar merusak persatuan dan kebersamaan.

Kedua, tidak peduli dengan follower. Ia menuntut segala keinginan untuk selalu dituruti dan enggan mendengar "suara-suara" dari follower-nya. Para ahli mengatakan bad leader biasanya seorang pendengar yang buruk. Ia tak mau belajar dari para follower. Ia menyukai status quo dan enggan mendengar usulan-usulan perubahan dan ide-ide baru. Feedback positif dianggap perlawanan. Padahal feedback inilah yang membuat sang pemimpin bisa terus berbenah dan memperbaiki diri.

Para follower atau konstituen diperlukan hanya untuk mendulang suara dan dukungan. Namun saat sudah terpilih, sang pemimpin melupakan mereka. Sang follower ibarat pendorong mobil yang rusak, saat mobil sudah bisa berjalan maka follower (pendorong) ditinggalkan bahkan dilupakan oleh pemilik mobil.

Ketiga, ia melahirkan follower tetapi tidak melahirkan leader. Bad leader ingin menguatkan cengkraman kekuasaan dengan mengharapkan loyalitas para follower. Bahkan terkadang membiarkan follower tetap bodoh atau tertinggal agar bisa terus dicengkeram. Alhasil, follower yang terlahir terkadang ikut tertular menjadi bad follower. Memang, dalam jangka yang lama bad leader cenderung melahirkan banyak bad follower.

Padahal pemimpin yang baik itu seyogyanya bertekad melahirkan para leader dari follower-nya. Ada pendidikan, ada transfer value, knowledge dan attitude, serta peningkatan kemampuan leadership para follower yang dilakukan secara terencana. Pemimpin itu melahirkan pemimpin, bukan melahirkan follower. Apalagi melahirkan follower yang membabi buta, bodoh, keras kepala, dan mau menang sendiri.

Bad leader akan melahirkan banyak keburukan. Bahkan, bisa merusak para pengikut dan juga tatanan kehidupan. Kenapa? Karena pemimpin itu menetapkan arah, mengambil kebijakan strategis, sekaligus teladan bagi yang para pengikut.

Salah satu ulama terkemuka Fudhail bin Iyad pernah berkata: seandainya aku memiliki doa yang mustajab, akan kutujukan doa tersebut pada pemimpinku. Ada yang bertanya pada Fudhail: kenapa bisa begitu? Ia menjawab: jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun, jika kutujukan untuk pemimpinku maka rakyat dan negara akan menjadi baik.

Sebentar lagi pilkada serentak, kenali ciri-ciri bad leader agar Anda tidak salah memilih pemimpin sekaligus bisa menyiapkan diri untuk menjadi good leader di kemudian hari. Semoga yang kalah dalam pilkada termasuk good leader yang mampu meredam para follower untuk tidak melakukan tindakan destruktif. Terlebih tentu yang menang adalah good leader sehingga negeri ini terus maju dan sibuk dengan hal-hal positif yang bisa membawa negeri ini terus "naik kelas", lebih bermartabat, dan disegani dunia.

Bad leader itu tidak terpilih saja bisa merusak apalagi bila mereka terpilih. So, jangan gadaikan hidup Anda lima tahun ke depan dengan memilih bad leader. Daya rusaknya sangat dahsyat, bukan hanya untuk orang per orang tetapi juga bagi tatanan kehidupan dan masa depan anak cucu kita. Selamat memilih good leader, pemimpin yang benar-benar memimpin. Jangan pilih bad leader.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: