Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tukang Tuduh Tidak Layak Menjadi Pemimpin

Oleh: Jamil Azzaini, CEO Kubik Leadership dan Founder Akademi Trainer

Tukang Tuduh Tidak Layak Menjadi Pemimpin Discussing work in San Francisco. | Kredit Foto: Reuters/Stephen Lam
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dalam pengamatan saya selama 15 tahun berkecimpung di dunia pengembangan SDM di berbagai perusahaan, ada beberapa hal menarik untuk dicermati. Salah satunya adalah tentang pemimpin bermasalah. Ternyata, di perusahaan terbaik sekalipun hampir selalu ada pemimpin jenis ini walau jumlahnya lebih sedikit.

Salah satu ciri utama pemimpin bermasalah ini adalah tukang tuduh, bahasa kerennya blame alias sering menyalahkan orang lain. Saat ada pekerjaan tidak beres, ia akan menyalahkan teman kerja, sistem, sarana dan prasarana, anggota tim. Bahkan, ia berani menuduh dan menyalahkan pemimpin yang lebih tinggi. Sebenarnya orang jenis ini belum layak disebut sebagai pemimpin, tetapi lebih tepat disebut sebagai pimpinan atau pemimpin karbitan.

Sayangnya, kebanyakan mereka juga pengecut atau kurang gentle. Banyak membicarakan hal buruk dengan sesama rekan kerja "di belakang". Saat bertemu dengan pemimpin yang levelnya lebih tinggi, mereka diam seribu bahasa atau enggan berdiskusi mencari solusi. Miskin ide, tetapi kaya hujatan. Tukang protes tetapi tidak punya gagasan solutif. Sering menyalahkan, tetapi tidak punya alternatif yang bisa diterapkan.

Berdasarkan kajian Jim Colin dkk (2008) yang dimuat di Jurnal Leadership & Organization Developmnet, tukang tuduh ini memiliki kepuasaan kerja rendah, kinerja di bawah rata-rata, dan tingkat stres tinggi. Maka waspadalah, hal ini bisa menular kepada anggota tim. Pemimpin yang memiliki ciri tukang tuduh ini, perusak suasana kerja, dijauhi anggota tim. Mereka punya hobi sering marah, tidak mau mengalah. Guru bisnis saya menyebutnya "ngeyel tapi oon" dengan kata lain keras kepala tetapi bodoh.

Hindari menjadi tukang tuduh. Sebab banyak hal negatif yang Anda peroleh bila menjadi tukang tuduh. Salah satu kerugian besar adalah Anda kehilangan respect dan trust dari orang yang Anda pimpin. Padahal respect dan trust itulah yang melahirkan pengaruh. Menurut John C. Maxwell, kualitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kadar pengaruh yang diciptakannya. Penurunan pengaruh berarti melemahnya kepemimpinan dan peningkatan pengaruh berarti menguatnya kepemimpinan. Tukang tuduh melemahkan kepemimpinan Anda.

Jadilah pemimpin yang bertanggungjawab. Di setiap ketidakberesan di tim Anda, di situ juga ada peran dan kontribusi Anda, sekecil apapun itu. Maka ubahlah yang semula tukang tuduh menjadi tukang kontribusi perbaikan khususnya di aspek-aspek yang berada di bawah kendali Anda. Sekali lagi, Anda ikut bertangungjawab atas berbagai kejadian di tempat kerja Anda.

Saat Anda sadar bahwa ada peran dan kontribusi dalam perusahaan maka pada saat itu Anda lebih menikmati pekerjaan, menghasilkan pekerjaan yang lebih baik, lebih mudah mempengaruhi orang lain, dan aktif mencari ilmu dan informasi yang berkaitan dengan tanggungjawab yang digeluti. Pemimpin model ini terus bertumbuh, pembelajar, dan pengaruhnya semakin meluas.

So, jauhilah menjadi tukang tuduh, jadilah orang yang bertanggungjawab dan siap berkontribusi. Sebab tukang tuduh pada hakikatnya belum layak memimpin orang lain. Mereka belum "beres" dengan dirinya. Bagaimana mungkin bisa memimpin orang lain dengan baik jika memimpin diri sendiri saja belum mampu.

Adakah tukang tuduh di tempat kerja Anda? Bagaimana perasaan Anda dengan orang tersebut? Menyebalkan bukan? Begitu pula orang lain bisa menganggap kita menyebalkan bila kita menjadi tukang tuduh. Bertaubatlah wahai tukang tuduh, apalagi bila saat ini Anda sudah menjadi pemimpin. Setuju?

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: