Pembatasan pihak-pihak yang berwenang untuk mengimpor membuka peluang terjadinya penyalahgunaan izin impor bawang putih. Pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 38 tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) ayat 1 dikatakan bahwa hanya BUMN yang memiliki kewenangan untuk melakukan impor.
Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hizkia Respatiadi, mengatakan, pembatasan pelaku impor akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Importir yang mendapatkan kuota impor terbesar akan memiliki peluang yang juga besar untuk mengendalikan harga pasar karena pihak tersebut memiliki kontrol atas sejumlah besar komoditas yang memang jumlahnya terbatas di pasaran.
"Pihak selain BUMN seharusnya juga diberikan kewenangan untuk mengimpor asalkan mereka memenuhi persyaratan," tutur Hizkia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Menurut Hizkia, persyaratan yang harus dipenuhi adalah memiliki kompetensi dan pengalaman dalam kegiatan impor, memiliki jaringan yang luas terkait kegiatan distribusi, memiliki kemampuan yang memadai untuk membaca kondisi pasar dan juga memiliki rekam jejak yang bersih sebagai importir.
"Pemerintah tinggal bertindak sebagai regulator dengan menentukan kriteria, melakukan verifikasi informasi yang diberikan pihak-pihak tadi terkait kompetensi dan kualifikasi mereka, serta memastikan adanya transparansi dalam kegiatan impor," terangnya.
Selain itu, ia pun menilai keberadaan sistem kuota justru berpeluang membuka adanya praktik-praktik yang melanggar hukum. Selama ini, kuota tidak jarang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengendalikan harga pasar dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan kepentingan konsumen.
Peraturan lain yang layak dievaluasi adalah Permentan nomor 16 tahun 2017 yang menyatakan adanya kewajiban bagi importir bawang putih wajib untuk menanam bawang putih di dalam negeri sebesar 5% dari total impor yang diajukan. Hal ini tidak efektif karena semakin terbatasnya luas lahan dan alih fungsi lahan yang sudah banyak terjadi menyebabkan sulitnya menemukan lahan dengan ketinggian tertentu dalam iklim tertentu. Bawang putih harus ditanam di lahan yang berada di ketinggian antara 700 meter hingga 1.200 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian tertentu, luas lahan semakin terbatas.
"Kewajiban ini akan membuat para importir mengeluarkan biaya ekstra. Biaya ekstra inilah yang dikhawatirkan akan berdampak pada harga jual bawang putih kepada masyarakat,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: