Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Temuan CIPS: Kualitas Benih Jagung Subsidi Buruk

Temuan CIPS: Kualitas Benih Jagung Subsidi Buruk Kredit Foto: Antara/Maulana Surya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mekanisme distribusi benih jagung hibrida melalui program upaya khusus (upsus) tidak efektif dan perlu dievaluasi. Evaluasi yang dibutuhkan meliputi kualitas benih, kriteria penerima, dan efektivitas dari program itu sendiri.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, ada beberapa hal dari mekanisme distribusi benih jagung upsus yang harus diperbaiki.

"Berdasarkan temuan kami, distribusi benih jagung upsus tidak menjawab permasalahan petani karena di beberapa daerah di Indonesia petani jagung sudah tergolong mandiri dalam masalah perbenihan," kata Imelda dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (24/7/2018).

Mandiri yang dimaksud, lanjut dia, adalah para petani sudah mampu membeli benih jagungnya sendiri walaupun harganya terbilang mahal. Petani jagung yang sudah masuk kategori mandiri berasal dari beberapa daerah, seperti Ngawi dan Jember di Jawa Timur, Dompu di Nusa Tenggara Barat, dan Gorontalo.

"Permasalahan lainnya yang harus diselesaikan adalah masalah penggunaan teknik budi daya dalam menanam jagung. Sekalipun benihnya berkualitas baik, namun jika petaninya belum menerapkan pola penanaman yang baik maka hasilnya tidak akan maksimal," jelas dia.

CIPS pun, katanya, merekomendasikan beberapa hal terkait program ini. Pertama adalah pemerintah harus mampu memastikan kualitas benih subsidi yang didistribusikan dalam keadaan baik dan masih jauh dari masa kedaluwarsa.   

"Kami menemukan di beberapa daerah, seperti di Sumenep dan Dompu para petani seringkali menerima benih subsidi yang kualitasnya rendah yakni sudah berjamur dan sudah memasuki masa kedaluwarsa. Akhirnya, petani tidak merasakan dampak dari bantuan ini karena benih tidak bisa digunakan," ungkapnya.

Kedua, pemerintah juga harus merevisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 3 tahun 2015 dengan menambahkan klasifkasi pasar penerima bantuan upsus ke dalam tiga jenis. Masing-masing klasifkasi pasar juga harus mendapatkan perlakuan yang disesuaikan dengan kondisinya.

Pada pasar semikuat, program upsus dapat terus dijalankan, namun harus disertai dengan adanya evaluasi berkala dan diikuti dengan adanya peningkatan kapasistas untuk petani. Daerah-daerah yang termasuk dalam kategori pasar semikuat antara lain adalah Sumenep dan Sampang di Jawa Timur

Sementara bagi pasar lemah, penerapan upsus sebaiknya tidak diberlakukan. Pemerintah daerah sebaiknya menganalisis potensi pasar dulu untuk mengetahui apakah komoditas jagung bisa berkembang atau tidak di daerah tersebut. Aceh Selatan di Aceh, Garut di Jawa Barat, dan Jayapura di Papua adalah daerah-daerah yang termasuk dalam pasar lemah.

"Di lain sisi pada pasar kuat, upsus sebaiknya dihentikan agar petani jagung menjadi lebih mandiri dan lebih berkembang karena adanya keterlibatan sektor swasta," ucapnya.

Ketiga, pemerintah juga perlu merevisi panduan teknis budi daya jagung agar alokasi distribusi tidak didasarkan pada kuota produsen. Kementan menetapkan alokasi distribusi benih adalah 65% untuk benih produksi pemerintah (Balitbangtan) dan produsen lain yang sudah mendapatkan lisensi Balitbangtan serta 35% untuk benih produksi perusahaan swasta.

Selain itu, pemerintah juga harus membuat mekanisme permintaan varietas benih agar benih yang dibagikan sesuai dengan kebutuhan petani. Dengan adanya mekanisme ini, lanjut Imelda, diharapkan ada kerja sama dengan pihak swasta sebagai penyedia benih.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: