Anggota Komisi IV DPR RI Fauzih H Amro mempertanyakan mengenai validitas data kebijakan ekspor jagung.
Dalam informasi tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (31/8/2108), Fauzih akan memanggil semua pihak terkait untuk membahas persoalan ini.
"Ekspor jagung, salah satu yang perlu dibahas mendalam. Persoalannya, meski Kementerian Pertanian (Kementan) sudah melakukan ekspor ke luar negeri, pasokan di dalam negeri justru terganggu. Akibatnya, kebutuhan industri pakan ternak menjadi tak terpenuhi," kata dia.
Dijelaskannya, sebesar 70% harga komoditas telur ayam dan daging ayam ditentukan dari harga pangan. Sehingga mahalnya daging ayam dan telur dapat dipastikan berpengaruh dari harga jagung.
"Jagung sebagai salah satu bahan utama pakan ternak memang vital. Kalau memang surplus, harusnya digunakan untuk dalam negeri, tapi ketika kurang dan harus impor tidak masalah, tapi itu harusnya jadi pilihan terakhir," ujarnya.
Ia mengatakan, tidak adanya kejelasan data yang sinkron antara Kementan, BPS, dan Kemendag membuat jadi polemik.
"Kita repot, karena yang satu bilang jagung surplus, yang satu bilang kurang, ini mana yang akurat? Siapa yang bisa kita percaya?" ujarnya.
Menurut Fauzih, ketidakakuratan data dimanfaatkan mafia impor. Termasuk dugaan mafia jagung untuk pakan ternak.
"Kami di Komisi IV mendorong agenda rapat gabungan dengan komisi VI dan BPS, termasuk Bulog, ini persoalan data harus diselesaikan agar ada satu data yang digunakan," tuturnya.
Sementara itu, pengamat pertanian UGM, Jangkung Handoyo Mulyo mengatakan, pemenuhan kebutuhan jagung untuk produksi pakan ternak belum dapat terpenuhi dari produksi jagung dalam negeri. Sehingga masih harus ditutup dari sektor impor.
"Kondisi sekarang tidak cukup. Padahal kalau untuk ternak itu mau tidak mau karena skala komersial, butuh banyak," katanya.
Dikatakan, kebutuhan yang besar akan jagung untuk industri pakan harus tetap terpenuhi. Ketidaksiapan bahan baku untuk pembuatan pakan ternak tentunya akan memberikan efek domino terhadap harga produk peternakan, seperti telur dan daging.
"Jadi tidak bisa ditunda, harus dipenuhi," imbuhnya.
Menurutnya, belum tercukupinya produksi jagung, baik untuk kebutuhan konsumsi ataupun industri pakan ternak disebabkan karena skala prioritas dalam negeri. Di mana lahan-lahan yang ada selama ini masih diutamakan untuk padi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: