Bagaimana Cara Mengelola Karyawan Milenial? Ini Kata Para Pimpinan Perusahaan
Kaum milenial kerap disebut sebagai kutu loncat. Artinya, mereka cepat berubah sikap dan mengambil keputusan. Di sisi lain, kontribusi milenial dibutuhkan perusahaan sebagai calon pemimpin masa depan. Potensi jangka panjang ini membuat organisasi harus mencari tahu faktor apa saja yang dapat membuat milenial betah dalam bekerja.
Hasil studi Center of Human Capital Development (CHCD-PPM Manajemen) pada 2017 memaparkan alasan bertahannya para milenial Indonesia di suatu perusahaan. Kompensasi gaji, work-life balance, kepemimpinan dan manajemen, serta karakteristik pekerjaaan yang dirasa cocok dengan keinginan mereka. Namun yang menempati urutan pertama ternyata adalah work environment.
Untuk memenuhi tuntutan mengenai suasana kerja bagi para milenial, organisasi pun mengubah tampilan fisik kantor. Suasana yang lebih cerah ceria dan atraktif, dinding dengan quotes populer. Tersedianya fasilitas refreshment untuk mengusir penat, sofa-sofa empuk, makan siang dan camilan yang bebas diambil, suasana dibangun senyaman mungkin agar karyawan muda nyaman di kantor.
Apakah itu sudah cukup? Acapkali perusahaan hanya melabelkan diri sebagai organisasi millennial-friendly. Padahal jika dilihat lebih luas, lingkungan kerja tidak berhenti pada kondisi fisik saja, namun iklim kerja (working climate) secara keseluruhan harus terpenuhi.
"Cara memanjakan milenial Indonesia masih berkutat pada fisik kantor, bukan ke iklim. Organisasi tidak bisa hanya fokus pada physical evidence," tutur Yosefin Candra Pranadewi selaku koordinator CHCD-PPM Manajemen dalam seminar yang digelar PPM Manajemen, Rabu (5/9/2018), di Jakarta.
Iklim organisasi diartikan sebagai persepsi dan kesamaan sikap terhadap organisasi. Iklim organisasi yang positif sangat erat kaitannya dengan tingkat kepuasan dan produktivitas karyawan. Iklim organisasi yang sejuk, bersahabat, dan positif dapat membuat kerja individu, tim hingga antardepartemen menjadi lebih optimal. Sebaliknya, iklim yang tak sehat membuat warga organisasi tidak nyaman bekerja dan berkembang.
Lalu bagaimanakah mewujudkan kantor millennial-friendly yang sesungguhnya? Pun tidak meninggalkan nilai-nilai dan budaya yang sudah mengakar lama, namun mampu disenadakan dengan preferensi yang kekinian.
Chief Executive Officer Kompas Gramedia Andy Budiman membeberkan pola kerja yang diterapkan di perusahaannya dalam menghadapi para milenial, yaitu dengan menjaga hubungan baik yang tidak membuat milenial merasa kaku menghadapi pimpinan.
"Kalau diajak meeting di sebuah ruangan, jelas mereka tidak akan bicara. Maka ajaklah mereka keluar kantor, nongkrong," kata Andy.
Namun, jangan salah mengartikan. Nongkrong di luar kantor seperti kafe, bukan seperti memindahkan lokasi rapat. Jika hanya tempat yang berubah, namun judulnya tetap rapat, maka akan percuma. Nongkrong, kemudian jalin kedekatan emosional senyaman mungkin, dan perihal pekerjaan bisa dimasukkan di sela-sela obrolan.
Berbeda dengan perusahaan startup Bukalapak yang sudah sangat siap mengelola milenial. Engelbertus Panggalo, Head of Talent Journey Bukalapak menjelaskan bahwa Bukalapak memiliki ruang sharing mengenai leadership bernama Obrolan Bukalapak. Dengan topik yang berbeda-beda setiap bulan, sharing juga bisa dilakukan secara online melalui mobile phone atau laptop.
"Komunikasi yang terus menerus dalam perusahaan itu penting banget. Apa lagi kalau kita ingin leadership kita bagus," jelas Engel, Kamis (6/9/2018).
Sementara Ute Tanusaputra, HCBP Head Digital Banking PT Bank BTPN Tbk, mengatakan bahwa perusahaan harus melakukan coaching kepada karyawan milenial. Hal ini untuk memudahkan perusahaan mendengar kebutuhan karyawan milenial.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: