Produsen baja domestik kini menghadapi banyak tantangan. Di tengah persaingan yang semakin sengit dengan produk impor harga murah hingga mengakibatkan penurunan utilisasi yang merugikan, kondisi pasar baja dalam negeri semakin tidak kondusif dengan peredaran produk baja karbon dari Morowali yang belum ber-SNI.
Diketahui saat ini terdapat peredaran produk-produk baja HRC murah di beberapa daerah di Pulau Jawa, antara lain di Pasuruan (Jawa Timur) dan Balaraja (Banten).
Berdasarkan label produk yang melekat di coil, barang tersebut berasal dari PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry yang merupakan grup perusahaan Tsingshan China. Diketahui secara luas lokasi pabrik kedua perusahaan itu di Morowali, Sulawesi Tengah.
Komisaris PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Roy Maningkas mengatakan bila ditinjau dari aspek perizinan dan fasilitas produksi, maka pabrik-pabrik di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) tersebut hanya untuk memproduksi dan memperoleh izin menjual baja tahan karat (stainless steel). Sementara produk HRC yang beredar secara luas jelas-jelas merupakan produk baja karbon yang dijual dengan harga murah.
Lebih lanjut Roy menambahkan, fasilitas dan proses produksi baja tahan karat sangat berbeda dengan fasilitas dan proses produksi baja karbon, oleh karena itu dia heran bagaimana mungkin mereka bisa menjual produk baja HRC karbon, tentunya ini akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat.
"Patut diduga, produk HRC yang beredar itu bukan berasal dari produksi Morowali, melainkan dari impor. Adapun bila bukan barang impor, namun benar-benar dari Morowali, maka patut diduga peredaran produk-produk baja tersebut melanggar ketentuan yang berlaku terkait SNI baja, termasuk menyalahi perizinan industri yang seharusnya hanya memproduksi baja tahan karat, namun disalahgunakan untuk memproduksi dan menjual baja karbon," ungkap Roy kemarin, Minggu (9/9/2018).
Menurut Roy, hal lain yang menjadi perhatian dari peredaran produk HRC karbon dari Morowali, yakni dari label produk tidak terlihat logo SNI atau pun nomor registrasi produk (NRP), di mana hal tersebut merupakan persyaratan peredaran produk baja HRC di Indonesia, bahkan terlihat tulisan China di label tersebut. Sehingga diduga keras, beredarnya barang-barang ini melanggar peraturan yang berlaku di wilayah Indonesia.
Beberapa produsen dalam negeri saat ini, seperti Krakatau Steel dan Gunung Garuda, sedang melakukan investasi pengembangan kapasitas untuk mendapatkan penghematan biaya operasi yang dimungkinkan dengan skala ekonomi yang lebih besar. Namun demikian, investasi pengembangan kapasitas akan terkendala jika terjadi persaingan tidak sehat di pasar dalam negeri.
Peran serta pemerintah dalam melakukan pengawasan persaingan usaha secara baik sangat diperlukan agar situasi industri baja nasional yang tak kondusif tidak memberikan pengaruh negatif terhadap investasi yang sedang dilakukan di sektor baja.
"Persaingan sangatlah wajar dihadapi dalam dunia usaha. Kami tidak khawatir jika persaingan dilakukan secara sehat," tegas Roy.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: